KAJIAN KITAB AL-KABA'IR - DOSA BESAR KE-21 MENCURI | USTADZ SAEFUDDIN ABU ZAEN HAFIZHAHULLAH






KAJIAN "KITAB AL-KABA'IR"

Dosa-Dosa yang Membinasakan
Oleh : Imam Adz-Dzahabi


Disyarahkan oleh : Syaiks Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin



Dosa besar ke-20

MENCURI


 Allah Ta'ala berfirman,

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Maidah : 38).

Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

لعن الله السارق يسرق البيضة فتقطع يده ويسرق الحبل فتقطع يده

“Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur, lalu di lain waktu ia dipotong tangannya karena mencuri tali.” (HR. Bukhari no. 6285).

Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

لو أنَّ فاطمةَ بنتَ محمدٍ سرقت لقطعتُ يدَها

“jika Fatimah bintu Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya”

      
Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَشْرَبُ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَالتَّوْبَةُ مَعْرُوضَةٌ بَعْدُ

“Tidaklah beriman seorang pezina ketika ia sedang berzina. Tidaklah beriman seorang pencuri ketika ia sedang mencuri. Tidaklah beriman seorang peminum khamar ketika ia sedang meminum khamar. Namun taubat terbuka setelah itu”.
[HR. Bukhari, no. 6810; Muslim, no. (57)-104]

Dari Manshur dari Hilal dan Yasaf dari Salamah bin Qais, ia berkata, “Bersabda Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam,

أَلَا إِنَّمَا هُنَّ أَرْبَعٌ : أَنْ لَا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا ، وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ، وَلَا تَزْنُوا ، وَلَا تَسْرِقُوا

“ketahuilah ada empat hal (yang paling penting), yaitu janganlah kaluan menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, janganlah kalian membunuh jiwa yang Allah haramkan untuk membunuhnya kecuali dengan hak, janganlah berzina, dan janganlah mencuri”
(HR. Ahmad).

Penulis katakan bahwa taubat seorang pencuri tidak akan bermanfaat, kecuali dengan mengembalikan benda yang telah ia curi kepada pemiliknya. Jika ia tidak mampu untuk membayar atau menggantinya (karena tidak memiliki uang), maka ia harus meminta keridhaan dari pemiliknya.

☑Syarah

Syaikh Utsaimin Rahimahullah berkata, “Penulis membahas hadits Aisyah Radhiyallahu Anha tentang kisah seorang wanita dari marga Makhzum yg telah mencuri. Wanita tersebut dikatakan mencuri karena ia pernah meminjam sebuah benda, tetapi tidak mengaku pernah meminjamnya. Ia datang kepada orang-orang seraya berkata, “Pinjamkan aku kompor!” “Pinjamkan aku ember!” Pada saat itu, semua orang meminjamkan kepadanya barang-barang yang diperlukannya karena rasa solidaritas mereka yang tinggi. Akan tetapi, dikemudian hari, ia mengaku tidak pernah meminjam barang-barang tersebut seraya berkata. “Aku tidak pernah meminjam barang apapun dari kalian!”
     
Maka Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam menganggap kata-katanya sebagai bentuk pencurian, karena pencurian adalah orang yang masuk ke dalam rumah orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi kemudian menguras seluruh hartanya. Wanita Al-Makhumiyyah juga dianggap telah mencuri barang orang lain secara sembunyi-sembunyi. Ia mengambilnya dengan alasan meminjam kemudian mengaku bahwa ia tidak pernah meminjam benda tersebut.
     
Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan para shahabat untuk memotong tangannya. Walaupun ia seorang wanita dari marga Makhzum, sebuah marga yang paling dihormati di kalangan Quraisy. Keputusan beliau ini membuat risau hati orang-orang Quraisy. Mereka pun bingung dan gelisah. Bagaimana mungkin tangan seorang wanita dari marga Makhzum dipotong?! Akhirnya mereka pun mencari seseorang untuk meminta keringanan kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa salam. Mereka berkata, “Tidak ada yang berani membicarakan hal ini kepada beliau selain Usamah bin Zaid. Mereka tidak menyebut nama Abu Bakar, Umar , Utama, dan orang yang berkedudukan lebih tinggi dari Usamah bin Zaid. Kemudian mereka telah mencobanya, tetapi tidak berhasil atau mereka mengetahui bahwa Abu Bakar, Umar, dan lain-lainnya tidak bisa memberikan keringanan hukuman didalam hukum Allah.
     
Yang jelas mereka meminta pertolongan Usamah bin Zaid. Usamah adalah anaknya Zaid bin Harits. Zaid bin Harits yang dahulunya.merupakan seorang budak pemberian Khadijah untuk Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam kemudian beliau membebaskannya. Beliau sangat mencintainya dan anaknya, yaitu Usamah. Maka Usamah pun berbicara dengan Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam tentang kasus wanita Al-Makhumiyyah ini, dengan harapan beliau akan membatalkan keputusannya, sehingga wanita tersebut selamat dari hukum potong tangan. Pada saat itu, wajah Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam berubah warnanya karena marah. Beliau bersabda seraya mengingkari ucapan Usamah, “Apakah engkau berani meminta keringanan didalam hukum Allah?” Artinya Usamah tidak layak meminta keringanan didalam hukum Allah.
     
Kemudian beliau berdiri dan berkhutbah, dengan khutbah yang begitu jelas, karena kata “ikhtathaba” maknanya lebih jelas daripada “Khathab” karena mendapat tambahan huruf Hamzah dan ta.
     
Para ulama bahasa berkata, “sesungguhnya tambahan huruf berakibat pada penambahan arti,” yang terpenting bahwa kata “ikhtathaba” artinya beliau menyampaikan khutbah yang begitu jelas. Beliau bersabda, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa dikarenakan ketika seorang yang terpandang diantara mereka mencuri, maka mereka tidak menghukumnya. Sedangkan apabila seorang yang lemah mencuri, maka mereka pun segera menghukumnya. “Maka mereka dibinasakan karena dosa-dosa mereka.
     
Ketika seorang yang terpandang diantara mereka mencuri, maka mereka tidak menghukumnya. Sedangkan apabila seorang yangemah mencuri, maka mereka pun segera menghukumnya. Mereka menghukum seseorang dengan hukum Allah sesuai dengan kepentingan mereka.
     
Hadits diatas menjadi dalil bahwa pencurian pernah dialami orang-orang sebelum kita. Pencurian termasuk kasus besar yang banyak terjadi diantara orang kaya dengan orang miskin, orang terhormat dengan rakyat jelata.
     
Kemudian Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersumpah, padahal beliau adalah orang baik dan jujur, tidak perlu bersumpah. Akan tetapi, beliau tetap bersumpah, “Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri, akulah yang akan memotong tangannya. “Ya Allah, semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada beliau. Inilah keadilan, hukum Allah ditegakkan, bukan mengikuti hawa nsfsu. Beliau bersumpah, apabila Fatimah binti Muhammad mencuri, padahal nasab dan keturunannya lebih mulia daripada wanita Al-Makhumiyyah, karena Fatimah akan menjadi pemimpin para wanita penduduk surga, maka beliau akan memotong tangannya.
     
Sabda beliau, “Akulah yang akan memotong tangannya.” Memiliki dua makna.
     
Pertama: Beliau sendiri yang akan memotong tangan Fatimah. Makna pertama inilah yg lebih jelas. 
     
Kedua: Beliau menyuruh orang lain untuk memotong tangan Fatimah.
     
Bagaimanapun juga, Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam tidak mungkin membatalkan pelaksanaan hukum Allah dari seseorang karena kehormatan dan kedudukannya, hukuman adalah hak Allah, “Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri, akulah yang akan memotong tangannya. “Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan supaya tangan wanita Al-Makhumiyyah dipotong. Padahal wanita tersebut berasal dari suku Quraisy yang terhormat. Meskipun demikian, beliau tetap menghukumnya. Sudah menjadi kewajiban para pemimpin untuk bersikap adil terhadap rakyatnya di dalam hukum. Jangan pilih kasih kepada seseorang karena garis keturunannya, kekayaannya, kedudukannya di sukunya, atau yang lainnya. Hukuman adalah milik Allah dan wajib ditegakan karena Allah.

Perhatikan firman Allah Ta'ala,

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah” (QS. An-Nuur:2)

Contoh bentuk belas kasihan adalah memintakan keringanan hukuman. Janganlah engkau sekali-kali memberikan keringanan hukuman kepada seseorang. Tegakkanlah dan janganlah mengasihaninya. Jangan pernah mengatakan, “Ia orang terpandang.” “Ia orang hina.” “Ia punya banyak anak.” Jangan terpengaruh oleh semua ini selamanya! Contohnya jika ada seseorang yang telah menikah berzina, kemudian telah ditetapkan hukuman mati, maka engkau jangan terpengaruh oleh anak-anaknya yang masih kecil yang akan menjadi anak-anak yatim atau dengan istrinya yang akan menjadi janda. Tegakkanlah hukum Allah terhadap siapapun yang berdosa dan layak menerima hukuman ini!!!
     
Ketika umat Islam bisa berbuat adil seperti ini, tidak pernah terpengaruh, berpendirian teguh, tidak takut dengan celaan para pencela, maka umat Islam akan mulia, memiliki kekuatan, dan akan ditolong Allah. Akan tetapi, apabila umat Islam tidak mau menegakan hukum Allah, banyak mempertimbangkan permintaan-permintaan untuk membatalkan hukum Allah, maka umat Islam pun berada pada titik terendah seperti yang kalian lihat sekarang. Semoga Allah mengembalikan kejayaan umat Islam dan semoga mereka selalu berpegang teguh dengan agamanya, sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu.
     
Selanjutnya, Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam melaknat pencuri walaupun ia hanya mencuri sebutir telur dan seseorang yang mencuri tali sehingga tangannya harus dipotong. Seorang pencuri adalah orang yang mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi dari tempat penyimpanannya. Contohnya, seseorang yang datang pada waktu malam hari atau pada saat orang-orang sedang lengah (tertidur pulas), kemudian ia membuka pintu dan mengambil hartanya. Apabila pencuri ini mengambil harta seukuran nishab(yang mewajibkan tangannya dipotong), yaitu senilai seperempat Dinar atau apa yang nilainya saladaoam bentuk dirham atau barang, maka tangan kanannya harus dipotong dari pergelangannya, sesuai dengan firman Allah Ta'ala, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Maidah : 38).
     
Tidak ada perbedaan antara pencuri dari kalangan orang terhormat atau orang rendahan, baik perempuan maupun laki-laki. Karena hadits diatas berbunyi, “Orang yang mencuri telur.” Sedangkan harga sebutir telur tidak mencapai nishab pencurian yaitu seperempat Dinar. Lalu mengapa dipotong dan seorang yang mencuri seutas tali kemudian tangannya dipotong.”
     
Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan telur disini adalah pelindung kepala yang dipakai pada saat peperangan untuk melindungi kepala dari Hujaman anak panah. Harganya sangat mahal, mencapai seperempat Dinar atau lebih. Selain itu, tali yah dimaksud adalah tali perahu yang ditambatkan di dermaga agar perahu tidak terombang-ambing ombak. Harganya pun juga cukup mahal.
     
Sebagian ulama berkata, “Yang dimaksud dengan telur adalah telur ayam, karena Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam menyebutkannya demikian. Kata telur secara mutlak tidak dipahami, kecuali telur ayam.”

     
Adapun yang dimaksud dengan tali adalah tali yang dipergunakan untuk mengikat kayu dan semacamnya. Akan tetapi Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam mengatakan, “Kemudian tangannya dipotong.” Karena apabila ia terbiasa mencuri benda-benda bernilai kecil (tidak seberapa), maka ia akan terdorong untuk mencuri sesuatu yang nilainya lebih besar dan lebih mahal. Oleh karena itu, tangannya (tetap) harus dipotong. Inilah pendapat yang paling mendekati kebenaran bahwa seorang pencuri yang terbiasa mencuri sebuah barang yang bernilai kecil (tidak seberapa), maka ia akan terdorong untuk mencuri sebuah barang yang bernilai lebih mahal dan lebih berharga, maka tangannya tetap harus dipotong.

"Di ketik ulang Oleh tim Jambi Bertauhid berdasarkan kitab Al-Kaba'ir".




💠💠💠

Posting Komentar

0 Komentar