KAJIAN KITAB AL-KABA'IR - DOSA BESAR KE-2 MEMBUNUH ORANG LAIN | USTADZ SAEFUDDIN ABU ZAEN HAFIZHAHULLAH



KAJIAN "KITAB AL-KABA'IR"
Dosa-Dosa yang Membinasakan
Oleh : Imam Adz-Dzahabi
Disyarahkan oleh : Syaiks Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Dosa Besar ke- 2 

MEMBUNUH ORANG LAIN



 Allah Ta'ala berfirman,

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

Dan barangsiapa membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allâh murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya.
(QS. An-Nisa’:93)

 Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (69) إِلَّا مَنْ تَابَ

“Dan orang-orang yang tidak menyembah Rabb yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat”
(QS. Al-furqaan: 68-70)


 Allah Ta'ala berfirman,
    
 مَنْ قَتَلَ نَفْسًۢا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِى الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَآ أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا  ۚ  

“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS. Al-Maidah: 32)

Allah Ta'ala berfirman,

وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ – بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ

“Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup itu ditanya, karena dosa apa dia dibunuh?”
(QS. At-Takwir: 8-9)

Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jauhilah oleh kalian tujuh dosa-dosa besar.”
     Kemudian beliau menyebutkan di antaranya yaitu membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh.
    Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam pernah ditanya,

أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: أَنْ تَجْعَلَ لِلهِ نِدًّا، وَهُوَ خَلَقَكَ. قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَأْكُلَ مَعَكَ. قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: ثُمَّ أَنْ تُزَانِيَ حَلِيلَةَ جَارِكَ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dosa apakah yang paling besar?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  menjawab, “Engkau menyekutukan Allâh padahal Dia yang telah menciptakanmu.” Kemudian aku bertanya lagi, ‘Kemudian dosa apa lagi?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  menjawab, “Engkau membunuh anakmu karena takut ia makan bersamamu.” Aku bertanya lagi, ‘Kemudian dosa apa lagi?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  pun menjawab, “Engkau berzina dengan istri tetanggamu.”
(HR. Al-Bukhari, hadist nomor 4477, HR. Muslim,hadist nomor 86,,HR. At-Tirmidzi,hadist nomor 3181 dan HR. An-Nasaa'i juz 7 hal.89)

 Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِى النَّارِ » . فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ قَالَ « إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ

“Apabila dua orang Islam yang bertengkar dengan pedangnya, maka orang yang membunuh dan yang terbunuh sama-sama berada di dalam neraka.” Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, sudah wajar yang membunuh masuk neraka, lantas bagaimana gerangan yang terbunuh?” Beliau menjawab, “Karena ia juga sangat berambisi untuk membunuh sahabatnya.” 
( HR. Bukhari no. 31 dan Muslim no. 2888).

 Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

فَلَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ

Janganlah kalian kembali kufur sepeninggalanku, sebagian kalian saling membunuh sebagaian lainnya”
(HR al Bukhari, kitab Ilmu, no. 67 dan Muslim, kitab al Qasaamah wal Muhaaribin wal Qishash, bab Taghlidz tahrim ad Dima’ wal Aghradh wal Amwal, no. 1679)

 Dari Basyir bin Muhajir dari Ibnu Buraidah dari bapaknya bahwasanya Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

قَتْلُ الْمُؤْمِنِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ مِنْ زَوَالِ الدُّنْيَا.

Dosa membunuh seorang mukmin lebih besar daripada hancurnya dunia.
[HR an-Nasâ`i (VII/83), dari Buraidah. Dishahîhkan oleh al-Albâni dalam Shahîh Sunan an-Nasâ`i dan lihat Ghâyatul-Maram fî Takhrîj Ahâdîtsil-Halâl wal-Harâm (no. 439).]

     Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

لَنْ يَزَالَ المُؤْمِنُ فِي فُسْحَةٍ مِنْ دِينِهِ، مَا لَمْ يُصِبْ دَمًا حَرَامًا

“Seorang mukmin akan senantiasa mendapatkan kelapangan dalam agamanya selama ia belum menumpahkan darah yang haram (yang dilindungi oleh syariat Islam).”
(HR. Bukhari no. 6862, Ahmad no. 5681, Al-Baihaqi, 8/21, Al-Hakim, 4/350 dan Al-Baghawi no. 2519)

Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

أَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ فِي الدِّمَاءِ

“(Perkara)yang diputuskan pertama kali di antara manusia adalah (yang berkaitan dengan) darah.” 
(HR. An-Nasa’i no. 3991. Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani).
 Berkata Quraisy dari Asy-Sya'bi dari Abdullah bin Amr, ia berkata bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

الْكَبَائِرُ: الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ ، وَالْيَمِينُ

Daftar dosa besar: menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa
(HR. Bukhari 6675)

Dari Humaidi bin Hilal telah meriwayatkan kepada kami, Bisyir bin Ashim telah meriwayatkan kepada kami 'Uqbah bin Malik dari Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
    إِنَّ اللهَ أَبَی عَلَی مَنْ قَتَلَ مُؤْ مِنًا.

"Sesungguhnya Allah sangat marah terhadap orang yang membunuh seorang muslim.” [HR. Ahmad juz 5 hal.689] Beliau mengatakannya sampai tiga kali. (Riwayat ini berdasarkan riwayat Imam Muslim)

     Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

مَا مِنْ نَفْسِ تُقْتَلُ ظُلمًا إلَّا كَانَ عَلَی ابْنِ آدَمَ ا لْأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا لِأَنَّهُ كَانَ أَوَّلَ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ.

" Tidak satu jiwa pun yang dibunuh secara zhalim melainkan darahnya akan ditanggung oleh anak Adam yang pertama (Qabil), karena dialah orang yang pertama kali melakukan pembunuhan.[HR. Al-Bukhari, hadist nomor 3335 dan HR. Muslim, Hadist nomor 1677](Muttafaq Alaihi)

 Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma berkata, “Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِح رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وإنَّ رِيحَهَا تُوْ جَدُ مِنْ مَسِيْرَةِأَربَعِيْنَ عَامًا.

"Barangsiapa yang telah membunuh orang kafir mu'ahad (orang kafir yang ada dalam perjalanan damai dengan umat Islam), maka ia tidak akan mencium wangi surga dan wangi surga bisa tercium sejauh perjalanan empat puluh tahun.(HR. Al-Bukhari, hadist nomor 3166 dan HR. An-Nasaa'i, hadist nomor 2686)

 Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

أَلَا مَنْ قَتَلَ مُعَا هِدةً لَهَا ذِمَّةُ اللّٰهِ وَذِ مَّةُ رَسُوْلِهِ,فَقَدْ أَخْفَرَ بِذِمَّةِ اللّٰهِ وَلَايُرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ سَبْعِيْنَ خَرِ يْفًا.

"Barangsiapa yang telah membunuh orang kafir yang ada di dalam naungan perjanjian (perjanjian damai dengan umat Islam) dan berada di bawah perlindungan Allah dan Rasul-nya, berarti ia telah merusak perlindungan Allah (atas jiwa tersebut) dan (diakhirat kelak) ia tidak akan bisa mencium wangi surga. Padahal wangi surga sudah bisa dicium dari jarak empat puluh tahun perjalanan.(HR. At Tirmidzi, hadist nomor 1403)

 Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata bahwa Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

مَنْ أَعَانَ عَلَی قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِشَطرِ كَلِمَةٍ لَقِيَ اللّٰهَ مَكْتُوبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ آيِسٌ مِنْرَهمَةِ اللّٰهِ.
     
"Barangsiapa yang ikut membantu terbunuhnya seorang mu'min dengan satu baris kalimat, maka kelak ia akan bertemu dengan Allah dan di antara kedua matanya tertulis kalimat, 'orang yang berputus asa dari Rahmat Allah.”(HR. Ibnu Majah, hadist nomor 2620. Didalam sanad ini ada perbincangan/diperdebatkan ke shahihannya)

Mu'awiyah Radhiyallahu Anhu berkata,”Aku pernah mendengar Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

كُلُّ ذَ نْبٍ عَسَی اللّٰهُ أَنْ يَغْفِرَهُ إِلَّا الرَّخُلُ يَمُوْتُ كَافِرََا أَوِ الرَّجُلُ يَقْتَلُ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا.
    
 “Semua dosa masih ada harapan untuk diampuni oleh Allah. Kecuali orang yang mati dalam keadaan kafir dan orang yang telah membunuh seorang mu'min dengan sengaja.”(HR. Abu Dawud, hadist nomor 4270 dan HR. Ahmad juz 3 hal.99)

  ☑  Syarah

       
Syaikh Utsaimin Rahimahumullah berkata, “Penulis Rahimahullah (Imam An-Nawawi; penulis kitab Riyadhus Shaalihiin) berkata mengenai riwayat yang dinukilnya dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu ma bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Seorang mu’min akan selalu dalam kelapangan dalam agamanya selama tidak menumpahkan darah yang diharamkan.”

“Seorang mu'min akan selalu dalam kelapangan…” maksudnya dalam kelonggaran di dalam agamanya, “...selama tidak menumpahkan darah yang diharamkan.” Yakni selama tidak pernah membunuh seorang mu'min atau kafir dzimmi atau orang kafir yang terikat dibawah naungan perjanjian atau orang yang mendapat jaminan keamanan. Semuanya itu adalah darah-darah yang haram (untuk ditumpahkan) yang terdiri dari empat macam. Yaitu darah seorang muslim, darah seorang kafir dzimmi, darah seorang yang terikat di bawah naungan perjanjian,dan darah seorang yang mendapat jaminan keamanan. Sedangkan yang paling berat dan paling besarnya adalah darah seorang mu'min. Adapun darahnya seorang kafir Harbi (orang kafir yang melakukan perlawanan dengan umat Islam) tidak termasuk darah yang diharamkan (kafir harbi boleh dibunuh).
     
Apabila seorang telah menumpahkan darah yang diharamkan,maka agamanya akan terasa sempit baginya. Maksudnya bahwa dada-nya akan terasa sempit dikarenakan dosa tersebut sehingga akhirnya ia akan keluar dari agama Islam (murtad), dan ia akan mati dalam keadaan kafir. Inilah intisari dari satu firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خٰلِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمًا

"Dan barang siapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah Neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 93)

    
Inilah lima jenis balasannya (tercantum di dalam ayat ini). Yaitu pelakunya akan kekal di neraka Jahanam,akan mendapatkan murka dan laknat Allah, serta dijanjikan akan menerima azab yang sangat pedih bagi siapa saja yang telah membunuh seorang mu'min dengan sengaja. Karena apabila telah membunuh seorang mu'min, berarti ia telah menumpahkan darah yang diharamkan. Kemudian agamanya akan terasa sempit dan dadanya pun akan terasa sempit sehingga ia akan dicap murtad dari agamanya. Kemudian ia akan menjadi penduduk neraka dan kekal didalamnya.
     
Ayat inilah yang menjadi dalil bahwa menumpahkan darah yang diharamkan (membunuh orang tanpa hak) termasuk diantara (deretan) dosa-dosa besar. Akan tetapi,jika si pelaku bertaubat dari pembunuhan tersebut, apakah sah taubatnya? Mayoritas para ulama mengatakan bahwa hukum taubatnya sah menurut kerumunan firman Allah Ta'ala, 
     
“ Dan orang-orang yang tidak memperdulikan Allah dengan sesembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat, (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan kebajikan.” 
(QS. Al-furqaan:68-70)
      Inilah dalil yang menunjukkan bahwa siapapun yang bertaubat dari dosa pembunuhan (membunuh jiwa tanpa hak), kemudian ia beramal shalih, maka Allah akan menerima taubatnya,

      Allah Ta'ala berfirman,

قُلْ يٰعِبَادِىَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلٰىٓ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَّحْمَةِ اللَّهِ  ۚ  إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا  ۚ  إِنَّهُۥ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

"Katakanlah, Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang."
(QS. Az-Zumar 39: Ayat 53)

      Akan tetapi, bagaimana bentuk taubatnya itu? Karena membunuh seorang mu'min berkaitan dengan tiga macam hal. Pertama adalah hak Allah, kedua adalah hak yang terbunuh, dan yang ketiga adalah hal wali si korban.
     
Apabila seseorang bertaubat dari hak Allah, maka Allah akan mengampuninya. Si korban memiliki hak dari diri si pelaku. Akan tetapi, si korban telah terbunuh, tentu ia tidak bisa membalasnya di dunia ini. Apakah taubat si pelaku akan mendatangkan ampunan dari Allah bagi si pelaku ataukah hukum qishash (hukum balas) harus ditegakkan (terhadap si pelaku) pada hari kiamat kelak? Hal inilah yang menjadi perdebatan dikalangan ulama.
     
Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa hak si korban tidak akan gugur karena si pelaku telah bertaubat. Karena diantara syarat-syarat taubat adalah harus mengembalikan sesuatu yang pernah dizaliminya kepada si pemiliknya. Sedangkan si korban tidak bisa menerima tebusan dari si pelaku atas kezhalimannya. Karena korban tersebut (sekarang) telah meninggal dunia. Sehingga hukum qishash harus ditegakkan terhadap si pelaku dihari kiamat nanti. Akan tetapi, zhahir dari ayat-ayat yang telah kita bahas di dalam surat Al-furqaan dusta menunjukkan bahwa Allah akan mengampuninya dengan ampunan yg sempurna. Apabila Allah mengetahui kejujuran taubat seorang hamba, maka Dia akan memberikan ampunan-Nya kepadanya atas hak saudaranya yang telah dibunuhnya.
      
Sedangkan hak yang ketiga yaitu hal wali (keluarga) si korban. Hal ini menyangkut kerelaan dari wali korban. Setiap orang sangat dimungkinkan untuk mendapat kerelaan dari mereka (keluarga si korban). Yaitu dengan menyerahkan diri kepada mereka sambil mengatakan, “ Aku telah membunuh saudara kalian. Maka berbuatlah sekehendak kalian (terhadap diriku)!” Maka pada saat itu, mereka (keluarga si korban) bebas memilih empat perkara, di antaranya memaafkannya begitu saja, membunuhnya sebagai bentuk qishash, meminta diyat (tebusan sejumlah uang dari si pelaku), dan bisa pula berdamai dengannya dengan sebuah perdamaian yang nilainya lebih rendah daripada diyat atau yang setara dengan diyat. Semua ini dibolehkan menurut kesepakatan para ulama.
     
Sedangkan apabila hak keluarga (wali korban) tidak bisa ditebus, kecuali dengan sejumlah uang yang nilainya lebih besar daripada diyat, maka di dalam masalah ini terdapat perbedaan di antara para ulama. Sebagian para ulama mengatakan bahwa diperkenankan untuk berdamai dengan sesuatu yang nilainya lebih besar daripada diyat. Dikarenakan hal ini merupakan hak keluarga si korban. Sehingga jika mereka bergerak, maka mereka bisa mengatakan, “Kami akan membunuhmu!” Mereka juga bisa mengatakan, “Kami tidak akan memaafkannya, kecuali dengan membayar sejumlah uang yang nilainya sepuluh kali lipat dari nilai diyat. “Pendapat inilah pendapat yang masyhur dari kalangan madzhab Imam Ahmad Rahimahumullah karena beliau membolehkan berdamai dengan sejumlah uang yang nilainya lebih besar daripada diyat.
      
Yang jelas, sebagaimana yang telah kami sebutkan bahwa hal ini menjadi hak mereka. Maksudnya keluarga si korban berhak menentukan hak mereka. Misalnya mereka menuntut sejumlah uang lebih besar dari diyat (denda yang ditentukan pemerintah) yang bisa menghibur duka mereka.
     
Sehingga kita katakan bahwa taubatnya si pelaku pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja adalah sah berdasarkan ayat-ayat yang telah kami sebutkan dari surat Al-furqaan. Yaitu khusus untuk kasus pembunuhan. Sedangkan ayat yang kedua lebih umum “.... Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa seluruhnya.” (QS. Az-Zumar:53)
      
Hadist ini menunjukkan bahwa dosa membunuh jiwa (seorang mu'min) adalah sangat berat dan sesungguhnya perbuatan tersebut termasuk di antara jajaran dosa-dosa besar. Sesungguhnya orang yang membunuh dengan sengaja dikhawatirkan dirinya akan terlepas dari agamanya (murtad).


"Di ketik ulang Oleh tim Jambi Bertauhid berdasarkan kitab Al-Kaba'ir".

                                      ✳✳✳

Posting Komentar

0 Komentar