KAJIAN KITAB AL-KABAIR - DOSA BESAR KE 19 KHIANAT PADA HARTA RAMPASAN PERANG,BAITUL MAL,DAN ZAKAT | USTADZ SAEFUDDIN ABU ZAEN HAFIZHAHULLAH



KAJIAN "KITAB AL-KABA'IR"

Dosa-Dosa yang Membinasakan
Oleh : Imam Adz-Dzahabi


Disyarahkan oleh : Syaiks Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin



Dosa Besar ke-19


KHIANAT PADA HARTA RAMPASAN PERANG,BAITUL MAL, DAN ZAKAT


Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا كَانَ لِنَبِىٍّ أَن يَغُلَّ ۚ وَمَن يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ



“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu,” (QS. Ali Imran:161)
      
Abu Humiad As-Sa'idi berkata, “Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam pernah memperkerjakan seorang dari suku Al-Azad untuk mengumpulkan zakat. Orang tersebut biasa dipanggil dengan Ibnu Al-Latbiyah. Pada saat ia datang menyetorkan zakat, ia berkata, “Ini untuk kalian dan yang ini diberikan untukku.” Maka Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam berdiri diatas mimbar, memuji Allah dan mengagungkan-Nya lalu beliau bersabda,

عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: اسْتَعْمَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ الْأَزْدِ يُقَالُ لَهُ ابْنُ الْأُتْبِيَّةِ عَلَى الصَّدَقَةِ، فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ: هَذَا لَكُمْ، وَهَذَا أُهْدِيَ لِي، قَالَ: فَهَلَّا جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ أَوْ بَيْتِ أُمِّهِ، فَيَنْظُرَ يُهْدَى لَهُ أَمْ لَا، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَأْخُذُ أَحَدٌ مِنْهُ شَيْئًا إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ، إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةً تَيْعَرُ، ثُمَّ رَفَعَ بِيَدِهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَةَ إِبْطَيْهِ، اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ، اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ

“Dari Abu Humaid as-Sa’idi radliyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memperkerjakan seseorang dari suku al-Azd yang bernama Ibnul-Utbiyyah untuk menarik zakat. Ketika ia datang (dari pekerjaannya itu), ia berkata : “Ini adalah harta kalian, dan ini adalah harta yang dihadiahkan untukku”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya ia duduk saja di rumah ayah atau ibunya, maka lihatlah, apakah ia akan diberikan hadiah ataukah tidak. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah seorang pun yang mengambil harta (suap) itu sedikit pun juga, kecuali ia akan datang pada hari kiamat dengan memikul harta suap itu di lehernya yang mungkin berupa onta yang menderum, sapi yang melenguh, atau kambing yang mengembik,”  Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangannya hingga kami melihat putih ketiak beliau, yang bersabda, “Ya Allah bukankah aku telah menyampaikan,” [Diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 2597].

Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam menuju Khaibar. Kali ini kami tidak mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang) berupa emas dan harta benda lainnya. Akan tetapi, kami hanya mendapatkan ghanimah dalam bentuk perhiasan, makanan, dan pakaian. Kemudian kami pergi menuju sebuah lembah. Pada saat itu, Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam ditemani oleh seorang budak, hadiah dari seseorang dari suku Judzam. Pada saat kami turun, maka bidak tersebut membuka perbekalannya. Tiba-tiba ia terkena lemparan panah dan tewas seketika. Lalu kamipun berkata, “Wahai Rasulullah, alangkah nikmatnya ia telah mendapatkan pahala syahid. “Maka beliau bersabda,

بَلْ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّ الشَّمْلَةَ الَّتِي أَصَابَهَا يَوْمَ خَيْبَرَ مِنَ المَغَانِمِ، لَمْ تُصِبْهَا المَقَاسِمُ، لَتَشْتَعِلُ عَلَيْهِ نَارًا  فَجَاءَ رَجُلٌ حِينَ سَمِعَ ذَلِكَ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشِرَاكٍ أَوْ بِشِرَاكَيْنِ، فَقَالَ: هَذَا شَيْءٌ كُنْتُ أَصَبْتُهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: شِرَاكٌ – أَوْ شِرَاكَانِ – مِنْ نَارٍ

“Tidak! Demi Allâh yang jiwaku di tanganNya! Sesungguhnya selimut yang dia ambil dari ghanimah Khaibar, yang belum dibagi, akan menyalakan api padanya.”

Ketika mendengar hal itu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , seorang laki-laki datang membawa satu tali atau dua tali sandal, lalu berkata, “Ini barang yang aku ambil”. Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Satu tali sandal atau dua tali sandal dari neraka”. [HR. Al-Bukhâri, no. 4234; Muslim, no. 115]

Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Amr bin Syu'aib, dari bapaknya kemudian dari kakeknya bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, dan Umar Radhiyallahu Anhuma pernah membakar perhiasan milik seseorang yg berkhianat (dari harta rampasan perang) dan kemudian menghancurkannya.

Abdullah bin Amr berkata,

كَانَ عَلَى ثَقَلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (الثقل : ما يثقل حمله من الأمتعة) رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ كِرْكِرَةُ فَمَاتَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( هُوَ فِي النَّارِ ) فَذَهَبُوا يَنْظُرُونَ إِلَيْهِ فَوَجَدُوا عَبَاءَةً قَدْ غَلَّهَا

‘Dahulu ada barang yang memberatkan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam (kata ‘at-tsaqal adalah apa yang memberatkan bawaan dari barang) seseorang dikatakan dia adalah Kirkirah kemudian dia mati. Maka Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam mengatakan, ‘Dia di neraka. Kemudian mereka pergi melihatnya, didapati pakaian yang dicuri (disembunyikan) dari ghonimah.’ (HR. Muslim, 114.)

Ada banyak hadits yang membahas masalah ini. Sebagiannya akan dijelaskan nanti di dalam Bab Perbuatan Zhalim.

Kezhaliman terbagi kepada tiga macam, di antaranya:

Mengambil harta (orang lain) dengan cara yang bathil.
Menzhalimi seorang hamba dengan cara membunuh, memukul, menyakiti, dan melukainya.
Menzhalimi seorang hamba dengan cara mencela, melaknat, menghina, dan memfitnahnya (menuduhnya telah berzina).

Sesungguhnya Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam ketika di Mina, beliau pernah berkhutbah dihadapan banyak orang. Beliau bersabda,

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ، وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا

“Sesungguhnya darah dan harta kalian haram seperti sucinya hari kalian ini di negeri kalian ini dan di bulan kalian ini

Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ

“Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)” (HR. Muslim no. 224). Ghulul yang dimaksud di sini adalah harta yang berkaitan dengan hak orang lain seperti harta curian. Sedekah tersebut juga tidak diterima karena alasan dalil lainnya yang telah disebutkan,

Zaid bin Khalid Al-Juhani berkata, “Ada seseorang yang melakukan khianat (pada harta ghanimah) pada saat perang Khaibar. Ketika meninggal dunia, Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam tidak mau memahaminya. Beliau bersabda, “Sesungguhnya teman kalian ini telah berkhianat di jalan Allah.” Kemudian kami pun menggeledah harta benda miliknya dan ternyata kami menemukan sebuah mutiara yang nilainya dua dirham.” (HR. Abu Dawud 2710)

Imam Ahmad berkata, “Setahu kami, Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam tidak mau menshalati seseorang yang berkhianat (didalam harta ghanimah) dan orang yg bunuh diri.”

☑ Syarah

Syaikh Utsaimin Rahimahullah berkata, “Jihad di jalan Allah merupakan puncak agama Islam seperti yang disabdakan oleh Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam. Sedangkan mati syahid di jalan Allah bisa menghapus segala dosa, kecuali hutang.

Oleh karena itu, ketika seseorang yang melakukan pengkhianatan  dari harta rampasan perang (kaum muslimin), maka ia tidak layak disebut sebagai seorang syuhada.

Burdah adalah sejenis pakaian dan jubah yang telah diketahui semua orang. Makna kalimat “ghallaha” artinya menyembunyikannya. Maksudnya menyembunyikan harta rampasan ketika berperang dengan orang-orang kafir. Ia menyembunyikan harta rampasan perang tersebut untuk dirinya sendiri. Maka i akan diazab di neraka Jahanam dan ia tidak akan mendapatkan gelar yang mulia, yaitu gelar sebagai seorang syuhada. Karena Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak seperti itu.” Maksudnya orang seperti itu tidak masuk disebut sebagai seorang syuhada. Karena ia telah menipu sebuah barang (harta rampasan perang). Maka (pahala) jihadnya hancur dan ia layak masuk neraka.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yg di khianatkannya itu.” (QS. Ali Imran: 161)

Ayat ini menjadi dalil agar kita jangan terburu buru memberi gelar syahid kepada seseorang walaupun orang tersebut mati ketika berperang melawan orang-orang kafir. Sekali lagi, kita jangan terburu buru memberi gelar syahid kepada seseorang. Karena barang kali saja ia telah berlaku curang (khianat) mencuri sebuah barang dari harta rampasan perang walaupun hanya satu rupiah saja atau hanya mencuri sebuah paku. Perbuatannya ini akan membatalkan gelar syahid pada dirinya. Selain itu, bisa juga karena ia telah salah dalam berniat (ketika akan berjihad), misalnya ia berniat karena cinta tanah air atau karena ingin dikenal.

"Di ketik ulang Oleh tim Jambi Bertauhid berdasarkan kitab Al-Kaba'ir".


                                      



  💠💠💠

Posting Komentar

0 Komentar