KAJIAN KITAB AL-KABA'IR-DOSA BESAR KE-15 MENYOMBONGKAN DIRI, TAKABUR, UJUB, DAN ANGKUH | USTADZ SAEFUDDIN ABU ZAEN HAFIZHAHULLAH





 Besar ke- 15

MENYOMBONGKAN DIRI, TAKABUR, UJUB, DAN ANGKUH


      Allah Ta'ala berfirman

وَقَالَ مُوسٰىٓ إِنِّى عُذْتُ بِرَبِّى وَرَبِّكُمْ مِّنْ كُلِّ مُتَكَبِّرٍ لَّا يُؤْمِنُ بِيَوْمِ الْحِسَابِ

"Dan Musa berkata, Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu dari setiap orang yang menyombongkan diri yang tidak beriman kepada hari Perhitungan."
(QS. Ghafir :27)
  
      Allah Ta'ala berfirman

 إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ

“Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang yang sombong."
(QS. An-Nahl 16: Ayat 23)   

     Allah Ta'ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ ۙ إِنْ فِي صُدُورِهِمْ إِلَّا كِبْرٌ مَا هُمْ بِبَالِغِيهِ ۚ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ

“Sesungguhhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah.”
(QS.Ghaafir: 56)

      Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَتَبَخْتَرُ يَمْشِي فِي بُرْدَيْهِ قَدْ أَعْجَبَتْهُ نَفْسُهُ فَخَسَفَ اللَّهُ بِهِ الْأَرْضَ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Ketika seorang laki-laki sedang bergaya dengan kesombongan berjalan dengan mengenakan dua burdahnya (jenis pakaian bergaris-garis; atau pakaian yang terbuat dari wol hitam), dia mengagumi dirinya, lalu Allah membenamkannya di dalam bumi, maka dia selalu terbenam ke bawah di dalam bumi sampai hari kiamat”.
[HR. Bukhari, no. 5789; Muslim, no. 2088; dan ini lafazh Muslim]

     Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

يُحْشَرُ الْجَنَّارُوْنَ وَ الْمُتَكَبِّرُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمْثَالَ الذَّرِ يَطَؤُهُمُ النَّاسُ.

"Orang-orang yang lalim dan orang yang sombong akan dikumpulkan dihari kiamat (kelak) seperti biji sawi yang diinjak-injak oleh manusia.”
(HR. At-Tirmidzi 2494)

     Sebagian ulama salaf mengatakan,”Dosa pertama kali yang dilakukan (makhluk) terhadap Allah adalah kesombongan.”

      Allah Ta'ala berfirman,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰٓئِكَةِ اسْجُدُوا لِأَادَمَ فَسَجَدُوٓا إِلَّآ إِبْلِيسَ أَبٰى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِينَ

"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, Sujudlah kamu kepada Adam! Maka mereka pun sujud kecuali iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri dan ia termasuk golongan yang kafir."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 34)


       Maka barangsiapa yang menyombongkan diri terhadap kebenaran sebagaimana yang telah dilakukan iblis, maka keimanannya tidak memberikan manfaat kepada ya.”

     Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

الْكِبْرُ سَفْهُ الْحَقِّ وَ غَمْصُ النَّاسِ.

"Kesombongan adalah meremehkan kebenaran dan merendahkan manusia.”
(HR. At-Tirmidzi 2000)

     Didalam riwayat Muslim disebutkan,

الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَ غَمْطُ النَّاسِ.

"Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.”
(HR. Muslim, 91)

     Allah Ta'ala berfirman,

إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ كُلَّ مُختَالٍ فَخُورٍ (18)

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
(QS.Luqman ayat 18)

      Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman,

الْعَظَمَةُ إِزَارِيْ وَ الْكِبْرِ يَاءُ رِدَائِيْ٬ فَمَنْ نَا زَعَنِيْ فِيْهِمَا أَلْقَيْتُهُ فِيْ جَهَنَّمَ.
"Kebesaran adalah pakaian-Ku dan kesombongan adalah jubah-Ku. Barangsiapa yang melepaskannya dari-Ku, maka akan Aku akan lemparkan ke dalam neraka Jahanam.” Maksud dari kalimat “melepaskannya” artinya merebutnya.
(HR. Muslim 2620 dan HR. Abu Dawud 4090)

      Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

اخْتَصَمَتِ الْجَنَّةُ وَالنَّا رُ إِلَی رَبِّهِمَا، فَقَالَتِ الْجَنَّةُ : يَا رَبِّ، مَا لِيْ يَدْ خُلُنِيْ إلَّاضُعَفاءُ النَّاسِ وَ سَقَطُهُمْ٬ وَقَالتِ النَّارُ : أُوْثِرْتُ بِالْجَبَّارِيْنَ وَالْمُتَكَبِّرِيْنَ.

“Surga dan neraka mengadu kepada Allah. Surga berkata, “Wahai Rabb, kenapa yang masuk (ke dalam surga) adalah orang-orang lemah dan orang-orang rendahan. Neraka berkata, “aku telah dibikin gemuk (kenyang) oleh orang-orang yang lalim dan orang-orang yang sombong.”
(HR. Al-Bukhari 4850 dan HR. Muslim 2848)

     Allah Ta'ala berfirman,

تِلْكَ الدَّارُ الْأَاخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِى الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا  ۚ  وَالْعٰقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

"Negeri akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu bagi orang-orang yang bertakwa."
(QS. Al-Qasas 28: Ayat 83)

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْأَرْضِ مَرَحًا  ۖ  إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

"Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri."
(QS. Luqman 31: Ayat 18)

      Maksudnya janganlah engkau memalingkan wajahmu karena angkuh dan membanggakan diri. Kata ( الْمَرَحُ ) atau مَرَحًا maknanya berjalan dengan sombong (angkuh).
     Salamah bin Al-Akwa berkata, “Ada seorang laki-laki sedang makan dihadapan Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam dengan tangan kirinya, maka beliau pun menegurnya, “Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang tersebut menjawab, “Aku tidak bisa (makan dengan tangan kanan)!” Ia tidak mau makan dengan tangan kanannya karena sifat sombongnya. Lalu nabi bersabda,”(Kalau begitu), engkau tidak akan bisa (makan dengan tangan kanan)!” Maka setelah peristiwa itu, orang tersebut tidak bisa mengangkat tangan kanannya kemulutnya (tidak bisa menyiapkan makan dengan tangan kanan).”
(HR. Muslim 202)

     Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَ هْلِ النَّرِ: كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ.

"Maukah aku kabarkan kepada kalian mengenai penduduk neraka? Yaitu semua orang yang aksara yang berjalan dengan angkuh dan menyombongkan diri.”
(HR. Al-Bukhari 4918 dan HR. Muslim 6853)

      Umar bin Yunus Al-Yamami berkata, ayahku telah meriwayatkan kepada kami, telah meriwayatkan kepada kami Ikrimah bin Khalid bahwa ia pernah bertemu dengan Ibnu Umar dan beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallahu alaihi wa Sallam bersabda,

مَا مِنْ رَجُلٍ يَخْتَالُ فِيْ مِشْيَتِهِ وَ يَتَعَا ظَمُ فِيْ نَفْسِهِ٬ إِلَّا لَقِيَ اللّٰهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَظْبَانُ.

"Orang yang berjalan dengan angkuh dan membanggakan diri, maka ia akan berjumpa dengan Allah, sedang Dia murka kepadanya.”
(HR. Al-Hakim juz 1 hal 60)

      Abu Hurairah berkata,

أَوَّلُ ثَلَاثَةٍ يَدْخُلُوْنَ النَّارَ: أَمِيْرٌ مُتَسَلِّطٌ وَ غَنِيٌّ لَا يُؤَدِّيْ الزَّكَاةَ وَ فَقِيْرٌ فَخُوْرٌ.

"Ada tiga golongan manusia yang pertama kali masuk neraka: Pemimpin yang kejam, orang kaya yang tidak menunaikan zakat dan orang miskin yang sombong.”
(HR. Ibnu Khuzimah dan HR. Ibnu Majah)

     Penulis katakan: Kesombongan yang paling buruk adalah orang yang menyombongkan diri dengan ilmunya di hadapan orang lain dan membanggakan diri dengan karunia yang dimilikinya. Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk mencari kehidupan akhirat, niscaya ilmunya akan menggetarkan jiwanya. Hatinya akan takut dan jiwanya akan tertunduk. Jiwanya akan selalu waspada dan tidak akan merasa lemah, bahkan di setiap waktu, ia akan selalu menghidangkan dan mendidiknya (mendidik jiwanya). Apabila hal ini dilalaikan dan melenceng dari jalan yang lurus, maka ia pemiliknya (pemilik ilmu) akan celaka.
      Barangsiapa yang mencari ilmu untuk kesombongan dan kedudukan, memandang kaum muslimin dengan pandangan kebencian, (berniat) membodohi dan memandang rendah kaum muslimin, maka hal ini merupakan bentuk kesombongan yang paling besar. Siapa saja yang memiliki kesombongan dalam hatinya tidak akan masuk surga walaupun hanya sebesar biji sawi. Tidak ada daya dan kekuatan, kecuali hanya karena Allah.

  ☑ Syarah
       Syaikh Utsaimin Rahimahullah berkata, “Kesombongan adalah seseorang yang memuji dirinya sendiri menyombongkan diri dengan nikmat dari Allah, seperti nikmat (mempunyai) anak, harta, ilmu, kedudukan, kekuatan jasmani, atau yang serupa dengan itu. Yang penting bahwa makna sombong adalah ketika ada seseorang yang memuji dirinya sendiri karena memiliki banyak nikmat yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadanya dan menyombongkan dirinya di depan orang lain.
       Sedangkan membicarakan nikmat Allah seperti dengan memperlihatkan nikmat Allah yang ada pada seseorang dengan bersikap tawadhu (rendah hati), maka sikap seperti ini tidak dianggap berdosa.

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala,

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

"Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur)."
(QS. Ad-Duha 93: Ayat 11)

      Juga berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam,

أَنَا سَيِّدُ وَ لَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَ لَا فَخْرَ.

"Aku adalah pemimpin anak Adam di hari Kiamat dan tidak ada kesombongan.”

      Maksud perkataan beliau, “dan tidak ada kesombongan,” maksudnya beliau tidak menyombongkan dengan pangkat seperti itu (pemimpin anak Adam)
       Adapun yang dimaksud Dnegan “sewenang-wenang” yaitu sikap memusuhi orang lain. Misalnya dengan menganiaya orang lain, seperti menganiaya harta, tubuh, keluarga, atau kedudukannya, dan lain sebagainya. Jenis permusuhan sangat banyak, tetapi semuanya tercakup dalam satu kelimat, yaitu bentuk penganiayaan terhadap kehormatan sesama muslim yang diharamkan (oleh Allah)

      Allah Ta'ala berfirman,

فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

"Maka janganlah kamu merasa dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa."
(QS. An-Najm : 32).

       Allah Ta’ala telah melarang hamba-Nya untuk menganggap suci diri mereka sendiri. Maksudnya, memuji dirinya sendiri dengan menyombongkan diri terhadap orang lain. Misalnya ia mengatakan kepada temannya, “Saya lebih tahu daripada kamu!” “Saya lebih taat dibanding kamu!” “Saya lebih kaya daripada kamu!” Dan kata-kata lainnya. Ini semua merupakan sikap sok suci dan merupakan bentuk kesombongan.

      Allah Ta’ala berfirman,

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا

“sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,”
(QS. Asy-Syams Ayat 9)

      Bentuk dari menyucikan jiwa yang dilarang adalah ketika seseorang menyombongkan diri dan merasa lebih tinggi dengan karunia yang ia terima dari Allah Ta’ala, seperti kebaikan, semangat untuk beribadah, dan ilmu. Sedangkan yang dimaksud dengan ayat diatas (QS. Asy-Syams Ayat 9) adalah orang yang berusaha menyucikan jiwanya dan menghindari perbuatan hina. Oleh karena itu, Allah Ta'ala meneruskan firman-Nya,

(10). وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

“Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya."
(QS. Asy-Syams Ayat 10)

      Ayat-ayat yang masih samar (mutasyabih) yang banyak tercantum di dalam Al-Qur'an, oleh orang-orang sesat dijadikan sebagai alat untuk mengecoh manusia. Mereka mengatakan, “Lihatlah, terkadang Al-Qur'an, “Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci.” (QS. An-Najm : 32), dan dilain waktu Al-Qur'an memuji orang yang menyucikan jiwanya.”
      Mereka itulah orang-orang yang telah dijelaskan oleh Allah bahwa di dalam hati mereka terdapat penyakit, Allah Ta'ala berfirman,


هُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ مِنْهُ ءَايَٰتٌ مُّحْكَمَٰتٌ هُنَّ أُمُّ ٱلْكِتَٰبِ وَأُخَرُ مُتَشَٰبِهَٰتٌ ۖ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَٰبَهَ مِنْهُ ٱبْتِغَآءَ ٱلْفِتْنَةِ وَٱبْتِغَآءَ تَأْوِيلِهِۦ

“Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya”
(QS. Ali Imran:7)

       Padahal ayat-ayat Al-Qur'an tidak akan ada yang bertentangan antara satu ayat dengan ayat lainnya, sebagaimana yang telah diterangkan oleh Allah Ta'ala,

وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُوا۟ فِيهِ ٱخْتِلَٰفًا كَثِيرًا

“Sekiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”
(QS. An-Nisaa: 82)

      Didalam Al-Qur'an tidak akan ada ayat-ayat yang bertentangan. Nafi’ bin Al-Azraq telah banyak mengupas ayat-ayat mutasyabihat yang nampak seperti bertentangan yang diterima dari Ibnu Abbas. Kemudian Ibnu Abbas menjawabnya dan dicantumkan oleh Imam As-Suyuthi di dalam kitabnya, “Al-Itqaan fii Uluumil Qur'aan.”
      Kemudian penulis (Imam An-Nawawi) di dalam pengharaman sikap sewenang-wenang berdalil dengan firman Allah Ta'ala,

(42). إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ

Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada  orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran.”
(QS. Asy-Syuura: 42)

      Kata السَّبِيلُ bermakna cercaan dan hinaan bagi mereka-mereka yang biasa menzhalimi orang lain, baik menzhalimi harta, kehormatan, jasmani atau keluarganya (orang lain). Mereka layak menerima cercaan dan hinaan.
     Makna  ayat yang berbunyi, “Melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran,” Maksudnya mereka melampaui batas tanpa alasan yang dibenarkan. Sikap melampaui batas ini disebutkan oleh Allah Ta'ala dengan tambahan kata “Tanpa (mengindahkan) kebenaran,”  Padahal setiap sikap melampaui batas biasanya dilakukan tanpa (mengindahkan) kebenaran. Jadi, kata tambahan tersebut bukan untuk memalingkan maknanya, justru berfungsi sebagai penjelas. Misalnya (kata tambahan berfungsi sebagai penjelas dan bukan untuk membatasi), yaitu firman Allah Ta'ala,

21. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah 21)

      Maksud dari ayat di atas bukan menyatakan ada dua tuhan, yaitu Tuhan yang tidak menciptakan kita dan tuhan yang telah menciptakan kita. Hal ini sebaliknya merupakan perjelas bahwa tuhan yang menciptakan kita yang telah memberi kita rezeki. Kesimpulannya bahwa Allah Ta'ala telah menjelaskan bahwa cercaan dan hinaan hanya layak ditujukan untuk orang-orang yang berbuat zhalim terhadap orang lain dan bersikap melampaui batas di muka bumi tanpa (mengindahkan)
kebenaran.
     Kemudian penulis Riyadhus Shaalihiin (Imam An-Nawawi) menyebutkan hadits Iyadh bin Himar bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar tak ada seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain.” (HR. Muslim 2865)
      Hadist ini merupakan penguat ayat diatas. Hadist ini menyatakan bahwa sikap sewenang-wenang (aniaya) merupakan dosa besar. Hadist di atas bermakna bahwa Allah Ta'ala menjelaskan larangan menganiaya orang lain dan anjuran untuk bersikap tawadhu kepada Allah Ta’ala dan tunduk terhadap kebenaran.
     Hanya Allah-lah yang memberi Taufik.


"Di ketik ulang Oleh tim Jambi Bertauhid berdasarkan kitab Al-Kaba'ir".







                                                                           💠💠💠

Posting Komentar

0 Komentar