KAJIAN KITAB AL-KABA'IR-DOSA BESAR KE-14 MEMINUM KHAMAR WALAUPUN DENGAN KADAR TIDAK MEMABUKKAN | USTADZ SAEFUDDIN ABU ZAEN HAFIZHAHULLAH



Dosa Besar ke- 14

MEMINUM KHAMAR WALAUPUN DENGAN KADAR TIDAK MEMABUKKAN



Allah Ta'ala berfirman,

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ

“mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya itu terdapat dosa besar” (QS Al-Baqarah: 219)

Allah Ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٩٠) إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ (٩١)

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kalian dari mengingati Allah dan salat; maka berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS Al-Maidah : 90 - 91)

Ibnu Abbas pernah berkata, “Pada saat ayat pengharaman arak telah turun, para sahabat pergi menemui shahabat yang lainnya dan berkata, “Arak telah diharamkan, sama halnya dengan haramnya menyekutukan Allah!” 
     
Abdullah bin Umar berpendapat bahwa arak termasuk di antara dosa-dosa yang paling besar dan induk atau sumbernya segala macam kejahatan dan peminum arak dilaknat seperti banyaknya tercantum di dalam banyak hadist.
    
Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Cambuk lah orang yang meminum arak. Jika ia kembali meminumnya ,maka cambukan. Kemudian apabila ia masih meminumnya juga, maka cambuklah kembali. Kemudian untuk yang keempat kalinya ia masih meminumnya juga, maka bunuhlah!” 
(HR At-Tirmidzi 1444 dan Abu Dawud 4482)
      
Dari Amr bin Al-Harits telah meriwayatkan kepadaku Amr bin Syu'aib dari bapaknya dari Abdullah bin Amr dari Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa meninggalkan shalat satu kali karena mabuk, maka ia seperti seorang yang memiliki seluruh isi dunia kemudian (ada seseorang); yang merampasnya dan barangsiapa yang meninggalkan shalat empat kali karena mabuk, maka Allah akan meminumnya dari 'thiinatul khabaal.’ Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam ditanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan 'thiinatul khabaal’ itu? Beliau menjawab, “Keringatnya penduduk neraka.” 
(HR. Ahmad juz 2 hal 178 dan 179)
     
Dari Jabir Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah berjanji kepada siapa saja yang meminum minuman yang memabukkan, maka Allah akan memberinya minuman dari 'thiinatul khabaal’. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam ditanya, “Apa yang dimaksud dengan 'thiinatul khabaal’ itu wahai Rasulullah? “Maka beliau menjawab, “keringatnya penduduk neraka.” (HR. Muslim 2002)
     
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang meminum arak semasa di dunia, maka di akhirat kelak ia tidak akan meminumnya.”
(HR. Al-Bukhari 5775 dan HR. Muslim 2003)
     Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Apabila seorang pecandu arak meninggal dunia, maka ia akan bertemu dengan Allah seperti penyembah berhala.” (HR. Ahmad juz 1 hal 272)

 ☑ Syarah
      
Syaikh Utsaimin Rahimahullah berkata, Yang dimaksud dengan arak adalah segala jenis minuman yang memabukkan, baik yang terbuat dari anggur, gandum ataupun dari bahan-bahan lainnya. Semua yah memabukkan disebut arak. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Semua yang memabukkan adalah arak dan semua yang memabukkan adalah haram.”
     
Definisi mabuk adalah tidak berfungsinya akal pikiran (dengan normal) karena sedang merasakan sesuatu yang nikmat dan menggembirakan jiwa. Oleh karena itu, sejenis tumbuhan yang biasa dijadikan sebagai obat bius tidak termasuk hal yang memabukkan walaupun tumbuhan tersebut bisa membuat fungsi akal sehat terganggu. Orang yang sedang dibius biasanya tidak akan mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Sedangkan arak, nas'alullaahal Safiyah, bisa membuat seseorang merasakan kenikmatan, merasakan kegembiraan, dan membuat perasaannya melayang-layang. Sehingga ia merasa bahwa dirinya adalah seorang raja, terbang di angkasa, dan lain sebagainya. Seperti pepatah Arab mengatakan, “Arak kami minum, maka kamipun menjadi raja.”
     
Hamzah bin Abdul Muthalib Radhiyallahu Anhu pernah berkata kepada keponakannya, Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam. Ketika ituz Hamzah sedang mabuk, Hamzah berkata kepada beliau, “Kalian semua adalah pembantu bapakku “ Kalimat ini adalah kalimat yang sangat nista. Akan tetapi, Hamzah mengucapkannya ketika ia sedang mabuk. Sedangkan perkataan orang yang sedang mabuk tidak dianggap berdosa. Tentunya, hal ini terjadi sebelum ayat larangan (pengharaman) ayat diturunkan. 
      
Ada empat tahapan pengharaman arak, diantaranya:
Hukumnya masih dibolehkan (untuk diminum)
     
Maksudnya Allah Ta'ala masih membolehkan para hamba-Nya untuk meminum arak. Seperti yang tercantum di dalam firman-Nya,

وَمِنْ ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالأعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (٦٧)

“Dan dari buah kurma dan anggur, kalian buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang memikirkan.” (QS. An-Nahl: 67).

Maksudnya arak masih boleh untuk diminum (mabuk) dan menjadi komoditas perdagangan yang menguntungkan.

2. Allah menyindir tentang haramnya arak. Allah Ta'ala berfirman, “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” (QS. Al-Baqarah: 219)
      
Didalam ayat ini, arak dan judi belum diharamkan oleh Allah.

3.   Allah Ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكارى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian salat, sedang kalian dalam keadaan mabuk, sehingga kalian mengerti apa yang kalian ucapkan,” (QS. An-Nisaa: 43)

Didalam ayat ini, Allah Ta'ala melarang shalat ketika sedang mabuk. Ayat ini menandakan bahwa para shahabat boleh meminum arak tetapi diluar jam-jam shalat. 

4.   Pengharaman tolal.
     
Allah Ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٩٠)

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)

Akhirnya para shahabat pun menjauhinya. Akan tetapi, dikarenakan jiwa manusia terkadang masih tergiur dengan arak, maka syari’at pun menentukan hukumannya.
       
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam tidak menentukan hukuman apapun. Karena hukuman peminum arak bukan sebagai hukuman pidana, tetapi hanya sebagai hukuman yang dapat membuat efect jera. Oleh karena itu, ketika ada seseorang yang sedang mabuk dibawa menghadap kepada beliau, maka ketika itu beliau hanya bersabda, “Pukullah!” Ketika itu beliau tidak mengatakan empat puluh, delapan puluh, seratus kali atau sepuluh kali. Maka pada shahabat pun memukuli ramai-ramai.
     
Di antara mereka ada yang memukul dengan bajunya, adapula yang memukul dengan tangannya, dan ada pula yang memukul dengan sendalnya. Ketika itu, para shahabat pergi, maka orang tersebut pun pergi. Ketika itu, ada seseorang berkata, “Semoga Allah menghinakanmu!” Mendengar ini Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam menegurnya, “Jangan berkata kepadanya seperti itu, jangan engkau caci. Seseorang yang pernah meminum arak kemudian ia dipukul, maka hukuman tersebut akan membersihkan dosanya. Janganlah justru kamu membantu setan untuk merusaknya (kembali). “Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam melarang mereka untuk menghinanya, padahal orang tersebut adalah seorang peminum minuman keras.
     
Bagaimana sikap kita terhadap seorang pecandu arak? Sikap kita yaitu kita harus mendoakannya agar ia mendapatkan hidayah. Berdoalah, “Ya Allah, berilah ia petunjuk. Ya Allah, perbaikilah keadaannya. Ya Allah, jauhkanlah ia dari minuman keras!” dan doa-doa serupa dengan doa ini. Apabila engkau mendoakannya agar ia mendapatkan kehinaan, artinya engkau telah membantu setan untuk merusaknya kembali.
     
Hadist diatas menjelaskan bahwa arak adalah minuman yang diharamkan dan mempunyai sanksi. Maka ketika zaman pemerintahan Umar, ketika terjadi perluasan daerah Islam sehingga banyak orang-orang non-Arab yang memeluk Islam dan orang-orang masih banyak yang minum arak pada zaman beliau tersebut. Padahal beliau dikenal sebagai seorang shahabat yang sangat tegas dan berkeinginan untuk memberikan sanksi kepada para peminum arak yang dapat membuat mereka jera. Akan tetapi, karena sifat wara dan kehati-hatiannya, beliau pun mengumpulkan para shahabatnya (bermusyawarah). Beliau mengumpulkan para shahabat yang berfikiran cemerlang. Karena orang biasa atau orang awam tidak pantas untuk diajak membahas masalah seperti ini, demikian pula dengan masalah politik.
      
Masyarakat awam tidak pantas menyibukkan lidahnya dengan membahas permasalahan politik di pemerintahan. Masalah politik harus dibahas oleh politikus, demikian pula masalah masak memasak, ada orang-orang ahlinya (para koki). Apabila permasalahan politik dibahas oleh orang-orang awam, maka dunia ini akan hancur. Karena orang awam tidak memiliki ilmunya. Akal dan pikirannya tidak akan melampaui kakinya. Dalil yang menjelaskan hal ini adalah firman Allah Ta'ala,

وَإِذا جاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذاعُوا بِهِ

“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya.” (QS. An-Nisaa : 83)

Akhirnya mereka pun menyebarkannya. Allah Ta'ala berfirman,

رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ

“Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri).” (QS. An-Nisaa : 83)

Ayat ini menunjukkan bahwa kedudukan orang awam tidak sama kedudukan Ulil Amri, para pemikir, dan anggota dewan. Urusan politik bukanlah santapan untuk orang-orang awam. Barangsiapa yang.mengkehendaki orang-orang awam diikutsertakan dengan pemerintah dalam mengurus masalah politik, maka orang yang mengusulkan hal ini telah sesat. Tidak sesuai dengan petunjuk para shahabat, Khulafaur Rasyidin serta petunjuk kaum salaf. Yang terpenting bahwa Umar bin Khattab telah berinisiatif untuk mengumpulkan para shahabat yang cerdas. Kemudian Umar berkata kepada mereka yang maknanya, “Para peminum arak telah banyak.”
     
Jika semangat keberagaman mulai meredup, maka kekuasaan harus diperkuat. Kemudian apabila keduanya telah melemah (semangat keberagaman dan kekuasaan pemerintah telah melemah), maka umat akan hancur. Maka Umar pun meminta pendapat kepada para shahabat yang lain tentang tindakan yang harus diambil Umar. Ketika itu Abdurahman Bin Auf berkata, “Wahai Amirul Mukminin, hukuman yang paling rendah adalah 80kali (cambukan). Oleh karena itu, hukuman peminum arak adalah 80 kali cambukan. Abdurahman Radhiyallahu Anhu berdalil dengan hukuman orang yang menuduh seseorang yang baik-baik dengan tuduhan zina. 
Karena Allah Ta'ala berfirman,

يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang -menuduh itu) delapan puluh kali dera,” (QS. An-Nuur : 4)

Inilah hukuman yang paling rendah. Maka Umar pun setuju apabila peminum arak harus dilakukan 80 kali cambukan. Keterangan ini menjelaskan bahwa hukuman pecandu arak bukan termasuk kategori hukuman “had.” Karena secara jelas dinyatakan, “Hukuman terendah adalah delapan puluh dan para shahabat pun menyetujui hal itu.” Umar tidak mengatakan, “Hukumannya bukan seperti itu.” Sebaliknya Umar pun menyetujui hukuman yang paling rendah adalah delapan puluh kali cambukan agar masyarakat jera.
     
Di dalam Hadist Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam dijelaskan bahwa apabila seseorang meminum arak, maka ia harus dicambuk. Kemudian apabila meminum arak (kedua kalinya), maka ia harus dicambuk. Kemudian apabila meminum arak (untuk ketiga kalinya), maka ia harus dicambuk. Kemudian apabila ia meminum arak (untuk keempat kalinya), maka ia dibunuh. Seperti inilah yang tertera di dalam sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam. Orang-orang yang bermazhab Shahihannya mengamalkannya sesuai dengan lahiriyah keterangan diatas. Mereka (para pengikut madzhab Zhahiriyah mengatakan bahwa peminum arak jika telah didera, maka untuk yang keempat kalinya (ia minum arak), ia harus dibunuh. Karena ia telah menjadi sampah masyarakat (telah rusak) dan tidak bisa diperbaiki kembali.
      
Mayoritas para ulama mengatakan bahwa seorang peminum arak tidak boleh dibunuh. Akan tetapi, hukuman derasnya harus dilakukan berulang ulang. Setiap kali ia meminum arak, maka ia harus didera. Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengambil jalan tengahnya dengan mengatakan bahwa apabila mayoritas masyarakat telah menjadi pecandu arak dan fenomena ini tidak akan bisa diberantas, kecuali dengan hukuman mati, maka seorang peminum arak harus dibunuh apabila ia telah mengulangi perbuatannya tersebut sebanyak empat kali. Pendapat beliau ini dianggap pendapat yang paling moderat yang mempertimbangkan dua bentuk maslahat. Yaitu maslahat yang terkandung didalam beberapa keterangan yang sudah sangat jelas, karena Umar tidak membuat hukuman mati untuk para pencandu arak. Padahal Umar mengatakan bahwa pada saat itu, masyarakat sudah banyak yang menjadi pecandu minuman keras.
     
Hadist diatas masih diperdebatkan kesahihannya. Apakah hadist diatas telah dihapus ataukah masih berlaku? Berderajat shahih atau sebaliknya berderajat dhaif? Bagaimana keadaannya, pendapat Syaikhul Islam lah yang paling tepat. Yaitu pendapat beliau (Ibnu Taimiyah) yang berbunyi, “Apabila mayoritas masyarakat telah menjadi pecandu arak dan fenomena ini tidak akan bisa diberantas, kecuali dengan hukuman mati, maka seorang peminum arak harus dibunuh untuk yang keempat kalinya ia minum arak.”
     
Semoga saja pemerintah mau melaksanakan hal ini. Jika hal ini diberlakukan, maka akan terjadi banyak perubahan (kebaikan) dan kejahatan akan semakin berkurang, dan masyarakat yang menjadi pecandu arak akan semakin berkurang yang (pada zaman sekarang) mulai marak, wal 'iyaadzubillah.
     
Pada sebagian negara-negara muslim, arak telah tersebar (bebas) layaknya minuman biasa, seperti jus lemon, jus jeruk, dan yang sejenisnya. Tidak diragukan lagi bahwa fenomena ini bukanlah ciri khas kaum muslimin yang membiarkan arak tersebar luas di tengah-tengah masyarakat. Kondisi seperti ini diibaratkan seseorang hanya perlu membuka kulkas, kemudian langsung minum arak, wal 'iyaadzubillah.
     
Demikian realitanya. Hal ini persis seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam, “Akan ada dari kalangan umatku yang menghalalkan kemaluan wanita, kain sutra, minuman keras dan musik.” (HR. Al-Bukhari)

"Di ketik ulang Oleh tim Jambi Bertauhid berdasarkan kitab Al-Kaba'ir".





💠💠💠

Posting Komentar

0 Komentar