JADIKANLAH AKHIRAT SEBAGAI NIATMU !

JADIKANLAH AKHIRAT SEBAGAI NIATMU !
.
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas حفظه الله
.
Seorang Muslim tujuan hidupnya adalah akhirat dan dunia sebagai ladang menuju akhirat. Seorang Muslim wajib ingat bahwa dia diciptakan untuk beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla. Oleh karena itu, dia wajib meluangkan waktu untuk beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla , dan hendaknya seorang Muslim setiap jam dan harinya penuh dengan ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla .
.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla berfirman :
.
يَا ابْنَ آدَمَ ! تَـفَـرَّغْ لِـعِـبَـادَتِـيْ أَمْـلَأْ صَدْرَكَ غِـنًـى وَأَسُدَّ فَقْرَكَ ، وَإِنْ لَـمْ تَفْعَلْ مَلَأْتُ يَدَيْكَ شُغْلًا وَلَـمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ
.
‘Wahai anak Adam! Luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu dengan kekayaan (kecukupan) dan Aku tutup kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukannya, maka Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak akan tutup kefakiranmu.’”[11]
.
Seorang Muslim dan Muslimah tidak boleh tertipu oleh kehidupan dunia dan tidak boleh panjang angan-angan. Hadits-hadits tentang celaan terhadap dunia dan kehinaannya di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala sangat banyak. Diriwayatkan dari Jâbir Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan melewati pasar saat banyak orang berada di pasar tersebut. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan melewati seekor anak kambing jantan yang kedua telinganya kecil dan telah mati pula. Sambil memegang telinga anak kambing tersebut, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
.
أَيُّكُم يُحِبُّ أنْ يَكُونَ هَذَا لَهُ بِدرْهَم ؟ فَقَالُوْا : مَا نُحِبُّ أنَّهُ لَنَا بِشَيْءٍ وَمَا نَصْنَعُ بِهِ ؟ ثُمَّ قَالَ : أَتُحِبُّونَ أَنَّهُ لَكُمْ ؟ قَالُوا : وَاللهِ لَوْ كَانَ حَيّاً كَانَ عَيْباً ، إنَّهُ أسَكُّ فَكَيْفَ وَهُوَ ميِّتٌ ! فَقَالَ : فوَاللهِ للدُّنْيَا أهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ
.
“Siapa diantara kalian yang suka membeli ini seharga satu dirham ?” Orang-orang berkata, “Kami sama sekali tidak tertarik kepadanya. Apa yang bisa kami perbuat dengannya ?” Beliau bersabda, “Apakah kalian suka jika ini menjadi milik kalian ?” Orang-orang berkata, “Demi Allâh, kalau anak kambing jantan ini hidup, pasti ia cacat, karena kedua telinganya kecil, apalagi ia telah mati?” Beliau bersabda, “Demi Allâh, sungguh, dunia itu lebih hina bagi Allâh daripada bangkai anak kambing ini bagi kalian.”[12]
.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
.
واللّٰـهِ ، مَا الدُّنْيَا فِـي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَـجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هٰذِهِ – وَأَشَارَ يَـحْيَ بِالسَّبَّابَةِ – فِـي الْيَمِّ ، فَـلْيَنْظُرْ بِمَ تَـرْجِعُ ؟
.
Demi Allâh! Tidaklah dunia dibandingkan akhirat melainkan seperti salah seorang dari kalian yang mencelupkan jarinya -Yahya (perawi hadits) berisyarat dengan jari telunjuknya- ke laut, maka lihatlah apa yang dibawa jarinya itu ?[13]
.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan permisalan ini, bahwa dunia seperti air yang menempel di jari yang dicelupkan ke dalam lautan, sedangkan akhirat adalah ibarat lautan yang sangat luas. Dunia ini sedikit dan fana, sedangkan akhirat penuh dengan kenikmatan dan kekal abadi.
.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
.
لَـوْ كَـانَتِ الدُّنْـيَـا تَـعْـدِلُ عِـنْـدَ اللّٰـهِ جَـنَـاحَ بَـعُوْضَةٍ ، مَا سَقَى كَافِـرًا مِنْـهَـا شَرْبَـةَ مَـاءٍ.
.
Seandainya dunia ini di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala senilai dengan (berat) sayap nyamuk, maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak akan memberi minum sedikit pun darinya kepada orang kafir.[14]
.
Dunia ini tidak ada harganya meskipun hanya seberat sayap nyamuk. Tapi anehnya manusia sibuk dan tamak kepada dunia, mereka lupa kepada kehidupan akhirat yang penuh dengan kenikmatan. Bahkan manusia lebih mengutamakan kehidupan dunia. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
.
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ﴿١٦﴾ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
.
“Bahkan kalian mengutamakan kehidupan dunia. Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” [Al-A’lâ/87:16-17]
.
[11]. Shahih: HR. Ahmad (II/358), at-Tirmidzi (no. 2466), Ibnu Mâjah (no. 4107), dan al-Hâkim (II/443) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (III/346, no. 1359) dan Shahîh at-Targhîb 
wat Tarhîb (no. 3166).
.
[12]. Shahih: HR. Muslim (no. 2957).
.
[13]. Shahih: HR. Muslim (no. 2858) dan Ibnu Hibbân (no. 4315-at-Ta’lîqâtul Hisân) dari al-Mustaurid al-Fihri Radhiyallahu anhu.
.
[14]. Shahih: HR. At-Tirmidzi (no. 2320), Ibnu Mâjah (no. 4110) dan lainnya dari Sahl bin Sa’d Radhiyallahu anhu .
.
.
Ikuti kami di ⇩⇩⇩
.
Semoga bermanfaat, silahkan di share dan save barakallahu fiikum

Posting Komentar

0 Komentar