KAJIAN KITAB AL-KABA'IR - DOSA BESAR KE-4 MENINGGALKAN SHOLAT | USTADZ SAEFUDDIN ABU ZAEN HAFIZHAHULLAH




Dosa Besar ke- 


MENINGGALKAN SHALAT


           Allah Ta'ala berfirman

فَخَلَفَ مِنۢ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلٰوةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوٰتِ  ۖ  فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا۝
إِلَّامَن تَا بَ
"Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti yang mengabaikan sholat dan mengikuti keinginannya, maka mereka kelak akan tersesat," kecuali orang yang bertobat.”
(QS. Maryam:59-60)
       Allah Ta’ala berfirman,

فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ۝الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ۝

Maka celakalah orang yang salat,(yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya,”
(QS: Al-Maa’uun: 4-5)
       Allah Ta’ala berfirman,

مَا سَلَكَكُمْ فِيْ سَقَرَ۝قَالُوْا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّيْنَۙ۝

      ”Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar?”Mereka menjawab, “Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang me-laksanakan salat,”
(QS: Al-Muddatstsir: 42-43)

     Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

اَلْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَ بَيْنَهُمْ الصَّلَاةُ، فَمَنْ تَرَ كَهَا فَقَدْ كَفَرَ.

"Perjanjian [Yakni,amal (ibadah) yang Allah jadikan janji terhadap orang-orang muslim Edt] antara kita dengan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa yang meninggalkannya berarti ia telah kafir.”(HR. At-Tirmidzi 2623 dan HR. An-Nasaa'i juz 1hal 232-231)

      Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

مَنْ فَا تَتْهُ صَلَاةُ العَصْرِ حَبِطَ عَمَلُهُ.

“Barangsiapa yang meninggalkan shalat Ashar, maka hancurlah amal perbuatannya.”(HR. Al-Bukhari hal 553 dan HR. An-Nasaa'i juz 1hal 236)

      Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ تَرْكُ الصَّلَاةِ.

“Pembatas antara seorang hamba dengan kesyirikan adalah meninggalkan shalat.”

     Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda,

مَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ مُتَعَمِّدًا فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ ذِمَّةُ اللّٰهِ.

"Barangsiapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja,maka sesungguhnya jaminan Allah telah lepas dari dirinya.” (HR. Muslim 86 dan HR. Abu Dawud 4678)

      Makhul meriwayatkan (mengatakan bahwa hadist ini berasal dari Abu Dzar, padahal Makhul tidak sezaman dengan Abu Dzar)
     Umar Radhiyallahu Anhu berkata, “Sesungguhnya tidak akan beruntung orang-orang yang mengaku muslim, tetapi tidak mau shalat.” Ayyub As-Sahtiyani juga mengatakan ucapan yang sama (dengan Umar).
      Al-Jariri meriwayatkan dari Abdullah bin Syaqiq dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu ia berkata, “Dahulu para sahabat Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam tidak mencap kafir (kepada seseorang) apabila meninggalkan sebuah ibadah, kecuali hanya shalat.” (HR. Al-Hakim di dalam kitab Al-Mustadrak dan HR. At-Tirmidzi tanpa mencantumkan nama Abu Hurairah).
     Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada kejahatan dosa yang lebih besar daripada dosa meninggalkan shalat sampai waktunya habis dan dosa membunuh seorang mu'min dengan cara yang tidak dibenarkan.”
     Hankam meriwayatkan bahwa Qatadah telah meriwayatkan kepada kami dari Al-Hasan dari Huraib bin Qabishah, ia berkata bahwa Abu Hurairah meriwayatkan kepada kami dan ia berkata, bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَومَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُةُ، فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَا بَ و خَسِرَ.

"Amal (ibadah) yang pertama kali akan dihisab dari seorang hamba di hari Kiamat (kelak) adalah tentang shalatnya. Apabila shalatnya baik, maka ia akan beruntung dan sukses. Akan tetapi apabila shalatnya jelek, maka ia akan gagal dan merugi.”(HR. At-Tirmidzi 411 dan HR. An-Nasaa'i juz1 hal 232, hadist ini dihadapkan oleh Imam At-Tirmidzi)

     Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّی يَشْهَدُوْا أَنْ لَا إِلَهُ إِلَّا اللّٰهُ وأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْاللّٰهِ وَيُقِيْمُوْا الصَّلَاةَ وَيُؤْا الزَّكَاةُ،فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّيْ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّابِحَقِّ الْإِسْلَامِ، وَ حِسَا بُهُمْ عَلَی اللّٰهِ.

"Aku diperintah untuk memerangi manusia sehingga mereka mau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mengerjakan shalat, menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukannya, maka terjaganya darah dan hartanya dariku kecuali dengan haknya Islam dan perhitungannya dikembalikan kepada Allah.” (HR. Al-Bukhari 26 dan HR. Muslim 21, Muttafaq Alaihi)

عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ أَنَّ رَ جُلًا قَالَ : يَا رَسُوْلُ اللّٰهِ اتَّقِ اللّٰه، فَقَالَ : وَبْلَكَ أَوَلَسْتُ أَحَقَّ أَهْلِ الْأَرْضِ أَنْ أَتَّقِيَ اللّٰه ؟ فَقَالَ خَالِدُبْنُ الْوَلِيْدِ: أَلَاأَضْرِبُ عُنُقَهُ يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ؟ قَالَ:لَا٬ لَعَلَّهُ أَنْ يَكُوْنُ يُصَلَّيْ.

"Dari Abu Sa'id bahwa ada seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, bertakwalah Anda kepada Allah!” Maka beliau menjawab, “Celakalah engkau. Bukankah aku ini orang yang lebih berhak untuk bertakwa kepada Allah daripada seluruh penduduk bumi?” Khalid bin Walid berkata, “Wahai Rasulullah, tidaklah sebaiknya aku tebas batang leher orang ini?” Maka beliau menjawab, “Jangan, barangkali saja ia masih mengerjakan shalat.” (HR. Al-Bukhari 4351 dan HR. Muslim 1064, Muttafaq Alaih)

      Imam Ahmad meriwayatkan di dalam Musnadnya dari hadist Abdullah bin Amr Radhiyallahu Anhum bahwa Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَی الثَّلَاةِ لَمْ يَكُنْ لَهُ نُوْ رٌ وَلَابُرْهَانٌ وَلَانَجَاةٌ٬ وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُوْنَ وَفَرْ عَوْنَ وهَامَانَ وَأُبَيَّ بْنِ خَلَفٍ.

"Barangsiapa yang tidak memelihara shalat, maka ia  tidak akan bercahaya, tidak mempunyai hujjah (alasan) dan tidak akan diselamatkan. Dihari kiamat kelak ia akan dikumpulkan bersama Qarun, Fir’aun, Haman dan Ubah bin Khalaf.” (HR. Ahmad juz 2 hal 169 dan HR. Ad-Darimi juz 2 hal 301)

      Keterangan diatas menjelaskan bahwa orang yang meninggalkan shalat akan dicap orang kafir. Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam berkata kepada Mu'adz,

مَا مِنْ عَبْدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَّا اللّٰهُ وَأنَّ مُهَمّدًاعبْدُهُ وَرَسُوْلُ اللّٰهِ إِلَّاحَرَّمَهُ اللّٰهُ عَلَی النَّارِ.

"Tidak ada seorang hamba pun yang telah bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan Rasul-nya, kecuali Allah akan mengharamkan baginya neraka.” (HR. Al-Bukhari 128 dan HR. Muslim 32, Muttafaq Alaih)
     
      Orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya tergolong pelaku dosa besar. Sedangkan yang meninggalkannya, (satu kali shalat) sama dengan orang yang berbuat zina dan tindak kriminal pencurian. Meninggalkan seluruh shalat (yang lima waktu) secara total termasuk dosa besar. Apabila hal tersebut dilakukan berulang kali, maka pelakunya dianggap telah melakukan dosa-dosa besar, kecuali jika orang tersebut bertaubat. Kemudian jika terus-menerus melakukannya, maka ia termasuk orang-orang yang merugi, celaka, dan berdosa.

☑   Syarah
       Syaikh Utsaimin Rahimahullah berkata (Dari risalah “Hilmy Taarikish Shalatku) “ Sesungguhnya masalah ini (yakni masalah meninggalkan shalat) termasuk di antara permasalahan yang besar dan banyak diperselisihkan oleh para ahli ilmu (para ulama), baik dari kalangan salaf (generasi terdahulu) maupun Khalaf (generasi yang datang kemudian). Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Orang yang meninggalkan shalat adalah kafir dan keluar dari Islam (dicap murtad). Apabila ia tidak bertaubat dan atau kembali menunaikan shalat.” Sedangkan Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Asy-Syafi'i menyatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat dicap orang fasik, tidak termasuk kafir. Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat. Imam Malik dan Imam Asy-Syafi'i mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat harus dibunuh sebagai bentuk hukumannya. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat hanya harus dihukum dan tidak sampai dibunuh.
     Jika masalah ini termasuk masalah-masalah yang diperdebatkan, maka masalah ini harus dikembalikan kepada Kitabullah dan Sunnah Nabi-nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam, sebagaimana perintah Allah Ta'ala didalam firman-Nya,

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ۚ 


"Dan apa pun yang kamu perselisihkan padanya tentang sesuatu, keputusannya (terserah) kepada Allah.”
(QS. Asy-Syuura : 10)

     Allah Ta'ala berfirman,

ۚ فَاِنۡ تَنَازَعۡتُمۡ فِیۡ شَیۡءٍ فَرُدُّوۡہُ اِلَی اللّٰہِ وَ الرَّسُوۡلِ اِنۡ کُنۡتُمۡ تُؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ ؕ ذٰلِکَ خَیۡرٌ وَّ اَحۡسَنُ تَاۡوِیۡلًا

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya
 (QS. An-Nisaa: 59)

      Dikarenakan masing-masing para ulama yang berbeda pendapat pendapatnya tidak bisa dijadikan alasan terhadap yang lainnya. Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang benar. Sedangkan masing-masing dari mereka tidak lebih utama untuk diterima pendapatnya dari pendapat yang lainnya. Maka masalah ini wajib dikembalikan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.
     Jika kita menyandarkan perselisihan ini kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, niscaya kita akan mendapati bahwa Al-Qur'an dan As-Sunnah menjelaskan kekufuran orang yang meninggalkan shalat dengan kufur besar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam (pelakunya dianggap telah murtad)

       Allah Ta'ala berfirman,

فَاِنۡ تَابُوۡا وَ اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ وَ اٰتَوُا الزَّکٰوۃَ فَاِخۡوَانُکُمۡ فِی الدِّیۡنِ

“Dan Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.”
(QS. At-Taubah:11)

      Allah Ta'ala berfirman,

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا (59) إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ شَيْئًا (60)


“kemudian datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun.”
(QS. Maryam: 59-60)

     Sisi pendalilan dari ayat kedua (surat Maryam ayat 59-60), bahwa Allah berfirman mengenai orang-orang yang menyia-nyiakan shalat dan orang-orang yang mengikuti syahwat dengan firman-Nya, “Kecuali orang yang bertaubat dan beriman.” Maka ayat ini menunjukkan bahwa mereka pada saat menyia-nyiakan shalat dan mengikuti syahwat tidak termasuk orang-orang yang beriman
      Sedangkan sisi pendalilan pada ayat yang pertama (surat At-Taubah ayat 11), yaitu ketika Allah mensyaratkan adanya persaudaraan antara kita dengan orang-orang musyrik dengan tiga syarat. Yaitu bertaubat dari kesyirikan, menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Jika mereka telah bertaubat dari kesyirikan, tetapi tidak menegakkan shalat dan tidak menunaikan zakat, maka mereka semua bukan saudara kita. Demikian pula meskipun telah mendirikan shalat, tetapi tidak menunaikan zakat, mereka bukan merupakan saudara kita. Persaudaraan dalam agama (seagama Islam) tidak akan hilang, kecuali pada saat seseorang telah Murtad dari agamanya. Selain itu, persaudaraan didalam agama tidak akan hilang dengan sebab kefasikan dan kekufuran yang masih dianggap wajar.
    Pernahkah Anda memperhatikan firman Allah Ta'ala mengenai qishash dalam kasi pembunuhan?

فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ

Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula).
(QS. Al-Baqarah:178)

     Allah menjadikan orang yang membunuh dengan sengaja sebagai saudara bagi korban yang telah dibunuhnya. Bersamaan dengan keterangan diatas, dijelaskan pula bahwa pembunuhan dengan disengaja termasuk diantara jajaran dosa-dosa besar yang paling besar berdasarkan firman Allah Ta'ala,

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِناً مُتَعَمِّداً فَجَزاؤُهُ جَهَنَّمُ خالِداً فِيها وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذاباً عَظِيماً (93)


Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan tobat dari Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya.
(QS. An-Nisaa : 93)

    Kemudian apakah engkau tidak memperhatikan firman Allah Ta'ala mengenai dua kelompok dari orang-orang mukmin yang saling berperang?
      Allah Ta'ala berfirman,

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10)

“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”
(QS. Al-Hujurat: 9-10)

     Allah Ta'ala telah menetapkan persaudaraan antara kelompok yang mendamaikan dengan dua kelompok yang berperang. Bersamaan dengan hal tersebut dijelaskan bahwa membunuh seorang mu'min termasuk perbuatan kufur sebagaimana yang telah ditegaskan didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan yang lainnya. Hadistnya dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ

“Mencela seorang muslim adalah kefasikan, sedangkan membunuhnya adalah kekufuran (perbuatan kufur)”

     Akan tetapi, kekufuran yang dimaksudkan di dalam hadist ini bukan merupakan kekufuran yang mengeluarkan dari Islam (tidak dianggap murtad). Sebab jika sampai mengeluarkan dari Islam, tentu tidak akan ada penyebutann saudaran seiman. Sedangkan ayat-ayat yang mulia (di atas) telah menunjukkan adanya persaudaraan seiman dan digabungkan dengan kasus peperangan.
     Maka berdasarkan keterangan di atas bisa diketahui bahwa meninggalkan shalat merupakan perbuatan kufur yang mengeluarkan pelakunya dari Islam. Sebab jika perbuatan tersebut adalah perbuatan fisik atas perbuatan kufur yang masih di bawah kekafirsn, niscaya tidak akan ditiadakan persaudaraan seiman (seagama) sebagaimana tidak ditiadakannya dalam kasus pembunuhan seorang mukmin dan yang memeranginya.
      Sedangkan dalil-dalil dari Sunnah Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam tentang karirnya orang yang meninggalkan shalat, di antaranya adalah sabda Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam,
  
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَ الْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلَاةِ.

"Sesungguhnya pembatas antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat. (HR. Muslim di dalam kitab Iman dari Jabir bin Abdillah dari Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam)

      Dari Buraidah bin Al-Hushaib Radhiyallahu Anhu ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُم الصَّلَاةُ، فَمَنْ تَرَ كَهَا فَقَدْ كَفَرَ.

"Perjanjian antara kita dengan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa yang meninggalkannya berarti ia telah kafir. “ (HR. Ahmad,Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i, dan Ibnu Hibban)

     Sedangkan yang dimaksud dengan kata kafir didalam hadist ini adalah kekafiran yang bisa mengeluarkan pelakunya dari agama Islam. Karena Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam menjadikan shalat sebagai pemisah antara orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir. Sudah diketahui bersama bahwa orang-orang kafir bukan merupakan orang-orang muslim. Oleh karena itu, barangsiapa yang tidak mau melakukan perjanjian ini, maka ia akan termasuk golongan orang-orang kafir. 
     Di dalam kitab Shahih Muslim dari Ummu Salamah Radhiyallahu Anha bahwa Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

سَتَكُوْنُ أُمَرَاءُ فَتَعْرِ فُوْنَ وَ تُنْكِرُونَ فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَ تَا بَعَ قَالُوْا أَفَلَا نُقَا تِلُهُمْ ؟ قَالَ: لَا، مَا أَقَامُوْا فِيْكُمُ الصَّلَاهُ.

" Akan muncul para pemimpin kalian akan mengenali dan mengingkari mereka. Barangsiapa yang mengetahuinya, maka ia akan terbebas (dari tuduhan dan dosa) dan barangsiapa yang mengingkarinya, maka ia akan selamat. Akan tetapi bagi siapa yang Ridha dan mengikuti (mereka akan berdosa). Para sahabat berkata, “Tidaklah sebaiknya kita memerangi mereka?” Beliau menjawab, “Jangan, selama mereka masih mengerjakan shalat di tengah-tengah kalian.”

     Kemudian di dalam kitab Shahih Muslim tercantum sebuah hadist dari Auf bin Malik Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

خِيَارُ أَئمَّتِكُمْ الَّذِيْنَ تُحِبُّوْنَهُمْ وَ يُحِبُّوْنَكُمْ وَيُصَلُّوْنَ عَلَيْكُمْ وَتَُلُّونَ عَلَيْهِمْ، وَشِرَارُأَئِمَّتِكُمْ الَّذِيْنَ تُبْغِضُوْنَهُمْ وَيُبْغِضُوْنَكُمْ وَتَلْعَنُوْ نَهُمْ وَيَلْعَنُوْنَكُمْ٬ قِيْلَ: يَا رَسُوْلُ اللّٰهِ٬ أَفَلَا نُنَا بِذُهُمْ بِالسَّيْفِ؟فَقَالَ: لَا٬ مَا أَقَامُوْا فِيْكُمُ الصَّلَاةُ.

" Sebaik-sebaiknya para pemimpin kalian adalah para pemimpin yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian, mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Sedangkan sejelek-jeleknya para pemimpin kalian adalah para yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian. Kalian mencela mereka dan mereka pun mencela kalian. Dikatakan, “Wahai Rasulullah, tidakkah sebaiknya kita melawan mereka dengan pedang (memerangi mereka)?” Maka beliau menjawab, “Tidak, selama mereka masih menegakkan shalat di tengah-tengah kalian.”

     Maka dalam kedua hadits di atas terdapat dalil dibolehkannya melawan dan memerangi penguasa dengan pedang apabila mereka tidak menegakkan shalat. Akan tetapi, tidak diperbolehkan menentang atau memerangi penguasa, kecuali apabila mereka melakukan kekafiran terang-terangan. Sehingga hal ini menjadi bukti bahwa kita di hadapan Allah Ta'ala. Sebagaimana Ubadah bin Shakir,

دَعَانَا رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ٬ فَكَانَ فِيْمَا أَخَذَ عَلَيْنَ أَنْ بَايَعَنَاعَلَی السَّمْعٍ والطَّاعَةِ فِيْ مَنْشَطِنَا وَ مَكْرَ هِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍعَلَيْنَا، وَأَنْ لَانُنَازِعَ الْأمْرِأهْلَهُ، قَالَ: إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَا حًاعِنْدَكُمْ مِنَ اللّٰهِ فِيْهِ بُرْهَانٌ.

"Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam memanggil kami kemudian kami berjanji setia(bai'at) dihadapan beliau. Adapun diantara isi bai'at yang beliau wajibkan kepada kami bahwa kami harus mau mendengar dan taat. Dengan senang hati maupun terpaksa, dalam suka maupun duka, dalam keadaan mudah maupun susah. Kami diperintahkan agar tidak menentang para penguasa.” Beliau bersabda, “Kecuali jika engkau melihat kekafiran yang nyata. Maka hal tersebut menjadi alasan di hadapan Allah.”

     Maka atas dasar inilah bahwa perbuatan mereka yang bisa meninggalkan shalat yang kemudian dikaitkan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam dengan harus melakukan perlawanan dengan pedang (perang) karena merupakan kekafiran yang nyata yang menjadi bukti di hadapan Allah Ta'ala kelak.
      Tidak ada didalam Al-Qur'an maupun As-Sunnah yang menyatakan bahwa perbuatan meninggalkan shalat adalah bukan kekafiran atau pelakunya masih tergolong mukmin. Tujuan dari semua keterangan diatas menunjukkan akan keutamaan tauhid yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat. Yaitu pernyataan tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya. Sedangkan akibat dari semua ini mungkin dalam bentuk keterikatan dengan keterangan yang ada didalam keterangan itu sendiri yang berisi larangan meninggalkan shalat dan bis juga dalam kondisi tertentu seorang muslim dimaafkan untuk meninggalkan shalat. Bisa juga bersifat umum dan bisa dikaitkan dengan keterangan yang menyatakan bahwa hukum orang yang meninggalkan shalat adalah kufur. Karena dalil-dalil yang menyatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat hukumnya kafir adalah dalil yang bersifat khusus dan dalil khusus lebih didahulukan daripada dalil-dalil yang bersifat umum.
      Jika ada pertanyaan, “Bukankah dalil-dalilnya yang menunjukkan akan karirnya orang yang meninggalkan shalat bisa diarahkan kepada orang yang meninggalkannya karena mengingkari akan kewajibannya?”
     Maka kita jawab, “Hal tersebut tidak bisa dilakukan.” Sebab dalam hal ini ada dua perkara yang perlu diperhatikan.
      Pertama: Menolak penggambaran yang diungkapkan oleh Allah (pembuat syari’at) yang kemudian mengaitkan hukumnya dengan hal tersebut. Sebab Allah (pembuat syari'at) mengaitkan hukum akan karirnya orang yang meninggalkan shalat bukan karena adanya pengingkaran. Kemudian menegaskan persaudaraan seagama adalah karena berdasarkan ditegakkannya shalat bukan berdasarkan ikrar atau kewajibannya, sehingga Allah Ta'ala tidak mengatakannya. “Jika bertaubat dan mengikrarkan akan kewajibannya.”  Demikian pula Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam tidak mengatakan, “Pembatas antara seorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah pengingkaran akan wajibnya shalat,” atau “Perjanjian antara kan dengan mereka (orang-orang kafir) adalah pengakuan akan wajibnya shalat. Maka barangsiapa yang mengingkari akan kewajibannya sesungguhnya ia telah kafir.”
     Apabila hal seperti ini benar seperti yang dimaksudkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, maka hal ini merupakan penyimpangan. Karena bertentangan dengan penjelasan yang dijelaskan oleh Al-Qur'an 
      Allah Ta'ala berfirman,

وَنزلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu”
(QS. An-Nahl:89)

      Allah Ta'ala berfirman berdialog dengan Nabi-Nya, Muhammad Shalallahu Alaihi wa Sallam,

وَأَنزلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نزلَ إِلَيْهِمْ

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka”
(QS. An-Nahl: 44)

       Kedua: Mengambil suatu objek yang tidak dijadikan oleh Allah (pembuat syari'at) sebagai tempat bergantungnya suatu hukum dikarenakan pengingkaran akan wajibnya shalat lima waktu yang menjadikan kafir orang yang tidak memiliki alasan misalnya disebabkan ketidaktahuannya tentang shalat. Sama saja, apakah ia mengerjakan shalat maupun tidak. Seandainya ada orang yang melakukan shalat lima waktu dan melaksanakan semua yang telah ditetapkannya sebagai syarat-syaratnya, rukun-rukun nya, kewajiban-kewajiban, dan sunnah-sunnahnya, akan tetapi ia mengingkari akan kewajibannya tanpa udzur tentangnya. Maka ia dicap telah kafir padahal ia tidak pernah meninggalkan shalat.
      Maka berdasarkan keterangan di atas jelaslah bahwa mengarahkan nash-nash kepada orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari akan kewajibannya tidaklah benar. Yang benar bahwa orang yang meninggalkan shalat (dengan sengaja) adalah kafir dengan kekafiran yang mengeluarkan pelakunya dari Islam, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Ubadah bin As Shamit yang berkata bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam pernah memberikan nasihat kepada kami,

لَاتُشْرِكُوْا بِاللّٰهِ شَيْئًا٬ وَلَا تَتْرُكُوْا الصَّلَاةَعَمْدًا، فَمَنْ تَرَكَهَا عَمْدًا مُتَعَمِّدًا فَقَدْخَرَجَ مِنَ الْمِلَّةِ.

"Janganlah kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun,dan jangan kalian meninggalkan shalat dengan sengaja. Barangsiapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka sesungguhnya ia telah keluar dari agama Islam (dicap murtad).”
     Sebagaimana ini merupakan tuntutan dalil syar'i, maka ini juga merupakan tuntunan dalil akal. Bagaimana mungkin masih ada keimanan bagi seorang yang meninggalkan shalat, sedangkan shalat merupakan tiang agama dan telah datang perintah untuk mengerjakan nya yang menuntut seorang mukmin yang berakal agar berhati-hati untuk tidak meninggalkan dan melewatkannya.
       Jika ada yang mengatakan: Bisa saja yang dimaksud kufur di dalam meninggalkan shalat adalah kufur nikmat, bahkan kufur dari agama. Atau bisa juga dimaksud adalah kufur yang tingkatannya Mash dibawah kekufuran besar? Sehingga sama seperti sabda Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam,

اثْنَتَانِ فِيْ النَّاسِ هُمَا بِهِمْ كُفْرٌ: الطَّعْنُ فِيْ النَّيَبِ وَ النِّيَا حَةُ عَلَی الْميِّتِ.

"Ada dua perkara yang bisa membuat manusia menjadi kufur. Pertama mencela nasab(keguruan) dan kedua meratapi mayit.”

       Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

سِبَابُ المُسلِمِ فُسُوْقٌ وَ قِتَالُهُ كُفْرٌ.

"Mencela seorang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran.”

      Serta hadist-hadist lainnya yang serupa.
      Kita jawab: Pertama, bahwa Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam menjadikan shalat sebagai pembatas yang memisahkan antara kekufuran dan keimanan. Antara orang-orang mukmin dan orang-orang kafir. Selain itu, juga sebagai pembatas yang berfungsi untuk membedakan objek yang dibatasinya dan mengeluarkan dari apa yah selainnya. Sehingga dia objek yang sudah dibatasi akan saling berbeda antara yang satu dengan yang lainnya dan tidak bisa masuk kedalam hal lainnya.
       Kedua, bahwa shalat merupakan salah satu rukun Islam. Sehingga menifati orang yang meninggalkannya dengan sebutan kufur sudah tentu akan menuntut kekufuran yang akan mengeluarkannya dari Islam (dicap murtad). Karena itu telah meruntuhkan salah satu tiang agama Islam. Berbeda dengan memutlakkan sebutan kufur atas orang yang melakukan suatu perbuatan dari perbuatan-perbuatan kufur.
      Ketiga, dikarenakan masih ada keterangan-keterangan lain yang menunjukkan atas kekufuran orang yang meninggalkan shalat dengan kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari agama. Sehingga wajib mengarahkan istilah kufur tersebut sesuai dengan apa yang ditunjukkan oleh keterangan-keterangan tersebut agar maknanya sesuai.
       Keempat, bahwa ungkapan kufur memiliki perbedaan. Dalam kasus meninggalkan shalat, Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam mengatakan, “Pembatas antara seorang dengan kesyirikan dan kekufuran.” Maka ungkapan ini yang disertai dengan huruf Alif dan huruf lam (ال) menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan kekufuran di dalam hadist ini adalah kekufuran yang sebenarnya. Berbeda dengan kata “kufrun” yang dalam bentuk “Najirah” atau kata “Madara” dengan bentuk kata kerja . Maka seperti ini menunjukkan kepada suatu ungkapan bahwa hal ini termasuk kufur atau pada perbuatan seperti ini terdapat kekufuran. Akan tetapi, hak tersebut bukanlah kekufuran mutlak yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.
       Syaikh Islam Ibnu Taimiyah didalam kitabnya “Iqtidhaa Shiratil Mustaqim hal.70 mengenai Sunnah Nabi Muhammad tentang sabda Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam, “Ada dua perkara yang bisa membuat manusia menjadi kufur.”
       Beliau (Ibnu Taimiyah) Rahimahullah berkata, “Sabda nabi, “ Ada dua perkara yang bisa membuat manusia menjadi kufur” maksudnya adalah dua sifat ini merupakan bentuk kekufuran yang ada pada diri manusia. Kedua jenis perbuatan ini merupakan kekufuran karena keduanya termasuk diantara perbuatan-perbuatan kufur dan biasa dilakukan oleh manusia. Akan tetapi,tidak semua orang yang memiliki salah satu bentuk dari bentuk kekufuran akan menjadikan dirinya menjadi orang kafir mutlak sehingga kekafirannya benar-benar jelas. Sebagaimana yang disebutkan tadi, maka sama halnya tidak semua (orang) yang memiliki salah satu cabang dari cabang-cabang keimanan menjadikannya seorang mukmin sampai dirinya memiliki hakikat keimanan. Adanya perbedaan antara kata kufur yang ma'rifat (ada Alif layaknya) sebagaimana yang tercantum didalam sabda Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam,

لَيْسَ بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَ الْكُفْرِ اِلَّاتَرْكُ الصَّلَاةِ.

"Tidaklah ada (pembatas) antara seorang hamba dengan kemusyrikan dan kekafiran kecuali karna meninggalkan shalat.”

       Maka atas dasar pernyataan seperti ini, mayoritas para sahabat, bahkan telah meriwayatkan lebih dari satu mengenai ijma'nya mereka atas masalah ini. Abdullah bin Syaqiq berkata, “Dahulu para sahabat Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam tidak berpendapat akan karirnya sesuatu dari amalan-amalan yang ditinggalkannya selain shalat. “ (HR. Imam al-Bukhari dan Imam Muslim).
       Ishaq bin Rahawaih, seorang imam yang terkenal, berkata, “Ada keterangan dari Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir.” Demikian pula pendapat para ulama sejak zaman Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam hingga hari ini menegaskan bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja tanpa adanya udzur sampai terlewat waktunya adalah kafir. Ibnu Hazm menyebutkan bahwa ada riwayat dari riwayat dari Umar, Abdurrahman bin Auf, Mu'adz bin Jabal, Abu Hurairah, dan sahabat-sahabat yang lainnya, ia (Ibnu Hazm) berkata, “Kami tidak mengetahui pada mereka adanya perselisihan dengan para sahabat. “Kemudian Al-Mundziri menukil darinya didalam kitab “At-Targhiib wat Tarhiib” dan dikuatkan oleh para sahabat seperti Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Abbas,Jabir bin Abdillah, dan Abu Darda Radhiyallahu Anhum. Kemudian Al-Mundziri mengatakan, “Dan dari kalangan selain sahabat , yakni Imam Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rahawaih, Abdullah bin Al-Mubarok, An-Nakha'i, Al-Hakam bin Utaibah, Ayyub As-Sahtiyani, Abu Dawud Ath-Thayalisi, Abu Bakr bin Abi Syaibah, Zuhri bin Harb serta yang lainnya.”
       Jika ada yang mengatakan: “Bagaimana menjawab dalil-dalil yang dipakai oleh orang yang tidak berpendapat akan kafirnya orang yang meninggalkan shalat?”
      Kita jawab: “Jawabnya adalah bahwa dalil-dalil tersebut tidak ada padanya yang menunjukkan bahwa orang yang tidak mengerjakan shalat tidak kafir atau dia masih seorang mukmin, ia akan masuk neraka atau tidak, dan lain sebagainya. Barangsiapa yang memperhatikannya, niscaya ia akan mendapatinya tidak keluar dari empat macam yang disebutkan tadi yang semuanya tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang dipegang oleh orang-orang yang berpendapat bahwa meninggalkan shalat adalah kafir.”


"Di ketik ulang Oleh tim Jambi Bertauhid berdasarkan kitab Al-Kaba'ir".






                                         ✴✴✴

Posting Komentar

0 Komentar